Teknologi Informasi Dalam Mendukung Perekonomian Berbasis Intelektual Dan Kreativitas (Creative Economy)
![]() |
Ilustrasi (http://inet.detik.com) |
Sebagai
sebuah bangsa yang berada di tengah
percaturan hubungan antar bangsa yang
bersifat global, Indonesia membutuhkan keunggulan
agar mampu bersaing dalam era kompetisi
global tersebut. Tekhnologi Informasi (TI)
merupakan salah satu modal dasar yang
sangat potensial dalam mendorong bangsa Indonesia
tersebut untuk tetap disegani dan dihormati oleh bangsa-bangsa
lain.
Untuk
dapat merealisasikan tujuan diatas, sebagaimana diamanatkan dalam UU No. 17
Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025,
masyarakat informasi Indonesia diproyeksikan terwujud pada periode jangka
menengah ketiga, yaitu tahun 2015-2019. Adapun hasil yang diharapkan dapat
tercapai 2025 mendatang yakni industri kreatif dapat memberikan kontribusi PDB
sebesar 9%-11%, kontribusi ekspor mencapai 12%-13%, kontribusi tenaga kerja
mencapai minimal 9%-11%, serta peningkatan jumlah perusahaan industri kreatif. Penetapan proyeksi ini didasarkan pada kenyataan bahwa kemampuan untuk mengumpulkan,
mengolah, dan memanfaatkan informasi mutlak dimiliki oleh suatu bangsa tidak
saja untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa tersebut,
tetapi juga untuk meningkatkan taraf dan kualitas hidup masyarakatnya.
Memahami
Industri Kreatif
![]() |
http://inspirasibangsa.com
|
Indonesia
memang gudangnya ragam budaya yang mampu membuat mata dunia terpesona. Kekayaan
dan keanekaragaman budaya tersebut menjadikan Indonesia sebagai pusat ekonomi
kreatif dunia. Dan sejak tahun 2009 pemerintah mencanangkan sebagai Tahun
Indonesia Kreatif. Terdapat 14 (empat belas) sektor yang diklasifikasikan
sebagai industri kreatif oleh Depdag, meliputi: periklanan, arsitektur, pasar
barang seni, kerajinan, desain, fashion, film-video dan fotografi, permainan
interaktif, musik, seni pertunjukan, penerbitan dan percetakan, layanan komputer,
radio dan televisi. Fashion dan kerajinan merupakan
subsektor yang dominan dalam memberikan kontribusi ekonomi. Kedua jenis
industri ini menjadi lokomotif dalam perkembangan industri kreatif nasional.
Industri
kreatif adalah sektor industrial yang berasal dari pemanfaatan kreativitas,
ketrampilan, dan bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan dan lapangan
pekerjaan melalui penciptaan dan pemanfaatan daya kreasi dan daya cipta
individu tersebut. Pembangunan industri
kreatif pada hakikatnya dipayungi oleh kerja sama antara cendekiawan, bisnis,
dan pemerintah yang disebut sebagai Triple
Helix. Hubungan ketiga faktor itu merupakan penggerak lahirnya kreativitas,
ide, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang vital bagi tumbuhnya industri
kreatif.
Sayangnya
sampai saat ini masih banyak industri kreatif yang belum berkembang secara optimal alias jalan
ditempat karena terkendali beberapa faktor. Di antaranya, kemampuan modal usaha
dan manajemen usaha. Di sisi lain, produk kreatif sulit bersaing karena masih
lemahnya sektor pemasaran serta kualitas SDM sehingga harus diakui produk asli
Indonesia sulit memenangkan persaingan di pasar global. Dalam
World Economic Forum (WEF), yang merilis Global Competitiveness Index, daya
saing Indonesia menempati urutan ke-44 pada 2010, menurun menjadi 46 pada 2011
dan bahkan pada 2012 peringkat Indonesia anjlok menjadi 50. Penilaian ini juga
menunjukkan daya saing Indonesia masih lebih rendah dibandingkan Singapura,
Malaysia, dan Thailand (http://news.okezone.com)
Sementara
berdasarkan pemetaan Departemen Perdagangan, hingga saat ini pengembangan
industri kreatif masih menghadapi terkendala terkait pemanfaatan teknologi
informasi dan komunikasi antara lain ditandai dengan masih kurangnya
infrastruktur, rendahnya penggunaan TI dan tingkat melek masyarakat terhadap
tekhnologi. Harus diakui sarana dan prasarana telekomunikasi belum dapat memenuhi
kebutuhan masyarakat di daerah tertinggal, daerah terpencil, daerah perintiIan,
atau daerah perbatasan serta daerah yang tidak layak secara ekonomis. Padahal Industri kreatif ini banyak lahir dari pelosok
negeri, dari ekonomi skala kecil dan menengah.
Bukan
tidak mungkin jika Industri kreatif mendapat perhatian bila terus digali
potensinya dan dikembangkan berkelanjutan yang berfokus pada penciptaan barang
dan jasa dengan mengandalkan keahlian, bakat dan kreativitas sebagai kekayaan
intelektual, tidak dapat pungkiri dapat memperkuat citra & identitas bangsa
Indonesia dan dapat memberikan kontribusi secara signifikan bagi perekonomian
bangsa untuk bangkit, bersaing dan meraih keunggulan dalam skala global.
TIK
Dalam Mendorong Industri Kreatif
Dalam
menciptakan transformasi sosial menuju masyarakat yang lebih produktif,
inovatif, dan kolaboratif TI memiliki peran yang sangat strategis untuk
mempercepat berkembangnya indusutri kreatif. Ketersediaan infrastruktur
informasi yang memadai, baik jumlah
akses, kapasitas, kualitas maupun jangkauan, merupakan persyaratan utama dan
harus dimanfaatkan secara optimal, bukan saja sebagai alat komunikasi tetapi
juga sebagai alat yang dapat menghasilkan peluang ekonomi.
Adanya
e-commerce,
yaitu perdagangan elektronik yang memanfaatkan internet, seperti olshop lewat
media jejaring sosial (facebook,
twitter, blog,
dll) yang tengah fenomenal saat ini akan membentuk suatu celah baru yang sangat
efektif untuk dimanfaatkan dalam membangun jaringan atau memperluas pasar. Dengan bermodalkan promosi melalui beragam media sosial, produk industri
kreatif tersebut menjadi sangat mudah untuk dikenali orang. Pasal global pun terbuka
bagi siapa saja tanpa harus mempermasalahkan jarak dan waktu. Sistem pembayaran
barang dan jasa pun kini semakin mudah dengan adanya transaksi secara online
atau via internet banking, sebuah produk
layanan yang diciptakan oleh bank (swasta maupun pemerintah) dengan
memanfaatkan teknologi internet maupun smartphone, sebagai media untuk
melakukan bermacam transaksi kapan saja tanpa harus mengantri di Bank.
![]() |
Ilustrasi: Layanan Internet Banking (http://mantily.com) |
Pelaku ekonomi kreatif yang ditandai mobilitas tinggi,
tentu membutuhkan akses koneksi internet yang tidak lagi berlokasi fixed dan harus antre ala warnet (warung internet).
Karena itulah, dukungan industri seluler dalam menyediakan layanan akses data
cepat, mudah, dan murah memberikan daya tarik bagi para inovator kreatif kita.
Dengan demikian, tidak salah bila dikatakan tarif interkoneksi dan akses data
yang kompetitif akan meningkatkan pemasaran, komunikasi dan transaksi bisnis
para pelaku industri kreatif.
Dalam konteks pengembangan industri kreatif ini,
penyedia komunikasi seperti industri seluler berperan sebagai fasilitator. Lewat
peranan tersebut, bisa dikatakan bahwa industri seluler mendukung terciptanya
demokratisasi berkarya pelaku industri kreatif. Daya kreasi dan mandiri
insan-insan kreatif di tanah air tumbuh dalam situasi yang kondusif melalui
penciptaan jaringan informasi yang membentuk, meminjam istilah Tim O’Reilly,
“arsitektur partisipasi.” Insan-insan itu menciptakan dan saling bertukar link
kreativitas mereka, sembari saling mengkritik dan melanjutkan perbaikan karya.
Inilah sebuah tata ruang yang demokratis. Banyak sekali contoh pelaku industri
kreatif yang sukses memanfaatkan media sosial sebagai media pengembangan pasar.
Kesimpulannya, kehadiran Teknologi informasi dan komunikasi membantu para
pelaku industri kreatif mengubah pola kerja mereka menjadi lebih baik, efisien,
efektif, dan produktif.
Pelaku Industri Kreatif Harus Melek Hukum dan Tekhnologi
Kemajuan
teknologi selain memberikan angin segar berupa tersedianya media untuk karya
cipta para insan kreatif juga tidak sedikit membawa dampak buruk
yaitu terjadinya penyalahgunaan teknologi oleh pihak-pihak tertentu dengan
melakukan praktek-praktek yang bertentangan dengan hukum yang dikenal dengan White Collar Crime. White Collar Crime adalah orang dari
kelas sosial ekonomi tinggi yang melakukan pelanggaran terhadap hukum yang
dibuat untuk mengatur pekerjaannya.
Modus
operandinya pun semakin canggih melalui tehnik-tehnik yang tidak mudah dilacak,
melakukan pemalsuan dokumen yang sangat rapi dengan penyalahgunaan komputer,
termasuk di dalamnya kasus pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam
industri kreatif.
Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) pada hakekatnya sama halnya dengan hak kekayaan
kebendaan lainnya yaitu memberikan hak kepada para pencipta atau pemiliknya
untuk mendapatkan keuntungan dari investasi dari karya intelektualnya di bidang
kekayaan industri dan karya cipta yang disebut Hak Cipta. Kasus pelanggaran Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) di Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata.
Akibat pelanggaran HKI tersebut, bukan hanya negara dirugikan dan mengancam
arus investasi, tetapi Indonesia bisa juga terancam terkena embargo atas produk
ekspornya. Perkembangan teknologi, terutama perkembangan teknologi digital,
dianggap mendukung tumbuh suburnya pelanggaran Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Penegakan
hukum bukan satu-satunya upaya yang ampuh dalam memberikan perlindungan HKI di
Indonesia, karena penegakan hukum hanya bagian dari sebuah proses perlindungan
HKI. Penegakkan hukum hanya merupakan sub-sistem yang bersifat represif dari
sebuah sistem perlindungan HKI. Sub-sistem lain yang sama pentingnya adalah
sub-sistem pre-ventif dengan meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat
termasuk aparat pemerintah dan penegak hukum, ketersediaan dan kemampuan daya
beli masyarakat.
HKI
dan TI merupakan kunci nyata ekonomi kreatif. Sebagai dua hal yang bertautan,
maka konsep ini ibarat “yin dan yang” yang merupakan satu kesatuan yang
sebangun dan berjalan secara harmoni. Melek TI (literate) berarti pemenuhan
faktor legal dan dilanjutkan dengan Sadar/Kesadaran HKI (conscious) yang
merupakan pemenuhan faktor kultural. Jika legal-struktural dan sosio-kultural
sudah dilaksanakan berkesinambungan (yin yang) maka gerakan harmonisasi menuju
ekonomi kreatif akan berjalan dengan baik.
Bagan
berikut dibawah dapat menjelaskan pola dan hubungan yang “integratif” antara
HKI dan TI menuju ekonomi kreatif yang merupakan solusi kemandirian bangsa dan
solusi perekononomian bangsa di era digital ke depan untuk dapat bersaing
dengan bangsa lain. Model ini dapat
dilakukan sedini mungkin dan oleh pihak-pihak stakeholders dalam pengembangan
masyarakat (SDM) terutama pada segitiga ABG (Academic, Business, Government)
yang memegang peranan penting dalam peningkatan SDM yang BERBUDAYA dan
BERDAYAGUNA.
Dalam
implementasinya Konsep “yin dan yang” mencakup dua faktor penting yaitu harus
adanya (1) penegakan hukum dan (2) penyadaran masyarakat. Artinya budaya dan
struktur harus kuat. Dua agenda ini merupakan dua agenda yang saling mengait
dan menunjang satu sama lain. Jika penegakan hukum kurang efektif, tentu
masyarakat tidak bisa kita harapkan secara sukarela 100% menghargai HKI.
Demikian pula walaupun penegakan hukum berjalan lancar, belum tentu juga
masyarakat menghargai HKI. Sebab kurangnya penyadaran di akar rumput pengguna
teknologi informasi menyebabkan ketimpangan. Yang diketahui hanya kampanye Be
Legal, bukan kampanye Be Creative dan Be Innovative. Belum lagi mengenal
semangat Indonesia yang “Go open source”. Pemahaman yang dangkal ini preseden
buruk bagi perkembangan bisnis berbasiskan HKI.
Terbentuknya
struktur masyarakat berkualitas sekaligus berbudaya (sadar HKI dan melek TI)
akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perekonomian berbasis
intelektual dan kreativitas (creative economy). Ini modal besar bagi bangsa ini
untuk bersaing dan maju sebagai bangsa terhormat di kancah internasional dalam
rangka mewujudkan cita-cita, amanat pendirian republik ini, yaitu kesejahteraan
bagi seluruh rakyat Indonesia.
Referensi :
https://unggulcentre.wordpress.com/2009/10/01/sadar-hki-dan-melek-ti-yin-dan-yang-untuk-ekonomi-kreatif/
Leave a Comment