Badan Karantina Pertanian (Barantan) Dan Komparasi Produk Pertanian Indonesia Dalam Memenangi Pasar Global
Perubahan iklim merupakan isu utama di dunia saat ini karena akan berdampak pada keberlanjutan dan eksistensi kehidupan manusia di bumi. Perubahan temperatur global berimplikasi pada perubahan pola temperatur permukaan bumi sehingga mempengaruhi perubahan pola cuaca yang ada di permukaan bumi. Kementerian Pertanian telah menempatkan ancaman perubahan iklim sebagai ancaman terhadap sumber daya lahan dan lingkungan pertanian. Dampak perubahan iklim yang telah dipetakan oleh Kementrian Pertanian diantaranya adalah degradasi sumberdaya lahan dan air, infrastrukur (irigasi), banjir dan kekeringan dan penciutan serta degradasi lahan yang berpotensi mengancam penurunan produktivitas, produksi, mutu hasil, efesiensi dan lainnya yang berujung kepada ketahanan pangan, dan pada akhirnya terhadap kehidupan sosial dan ekonomi serta kesejahteraan petani dan masyarakat produsen.
Ketahanan pangan di Indonesia
didefinisikan dalam UU No 7/1996 dan PP NO 68 tahun 2002 sebagai : kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah
tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun
mutunya, aman, merata dan terjangkau. Pengertian pangan dalam UU dan PP
tersebut lebih spesifik adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber
hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk bahan tambahan pangan,
bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan,
pengolahan, dan/atau pembuatan makanan atau minuman.
Pembangunan bidang ketahanan pangan diarahkan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan melanjutkan revitalisasi pertanian dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan, peningkatan daya saing produk pertanian, peningkatan pendapatan petani, serta kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam. Upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus bertumpu pada sumberdaya pangan lokal yang mengandung keragaman antar daerah dan harus dihindari sejauh mungkin ketergantungan pada pangan impor yang akan dapat mengancam ketahanan (ketersediaan) pangan dalam negeri.
Permasalahan sektor pertanian di Indonesia tidak terlepas dari beragam isu dan tantangan yang dihadapi dalam pengembangan pertanian global meliputi isu dan tantangan dalam perdagangan internasional (peningkatan biaya dan pajak impor, AFTA/WTO dan globalisasi), investasi sektor swasta asing, permasalahan teknologi (biaya inovasi teknologi baru mahal dan di Indonesia penerapan teknologi sebagian besar masih berupa teknologi yang rendah), biaya tidak efisien dan permasalahan rantai pasok pangan, prasyarat kesehatan pangan, referensi untuk produk impor dan keterkaitan struktur antar departemen.
Sejalan
dengan Strategi Induk Pembangunan Pertanian (SIPP) 2015-2045, pembangunan
sektor pertanian dalam lima tahun ke depan (2015-2019) harus mengacu pada
paradigma pertanian untuk pembangunan (agriculture for development) yang
memposisikan sektor pertanian sebagai penggerak transformasi pembangunan yang
berimbang dan menyuluruh mencakup aspek demografi, ekonomi, intersektoral,
spasial, institusional, dan tata kelola pembangunan.
Pembangunan bidang ketahanan pangan diarahkan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan melanjutkan revitalisasi pertanian dalam rangka mewujudkan kemandirian pangan, peningkatan daya saing produk pertanian, peningkatan pendapatan petani, serta kelestarian lingkungan dan sumberdaya alam. Upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus bertumpu pada sumberdaya pangan lokal yang mengandung keragaman antar daerah dan harus dihindari sejauh mungkin ketergantungan pada pangan impor yang akan dapat mengancam ketahanan (ketersediaan) pangan dalam negeri.
Kontribusi besar yang dimiliki sektor pertanian
tersebut memberikan sinyal betapa pentingnya membangun pertanian yang
berkelanjutan secara konsisten untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sekaligus
kesejahteraan rakyat. Sektor ini tidak lagi hanya berperan sebagai aktor
pembantu apalagi figuran bagi pembangunan nasional, tetapi harus menjadi
pemeran utama yang sejajar dengan sektor industri.
Sebaliknya, ekspor sektor pertanian justru mengalami kemerosotan. Badan Pusat Statistik mencatat nilai ekspor sektor pertanian Indonesia sepanjang 2016 hanya mencapai US$ 3,4 miliar, yang berarti turun 8,1 persen dibanding tahun sebelumnya, yakni sebesar US$ 3,7 miliar. Tren penurunan ini merupakan lanjutan dari anjloknya ekspor pertanian sebesar 36 persen pada 2015. Padahal nilai ekspor pertanian pada 2014 sempat mencapai US$ 5,8 miliar dan merupakan titik tertinggi sejak 2010. Apabila hal ini tidak diantisipasi secara tepat, maka negara ini akan mengalami krisis pangan yang sangat serius yang disertai dengan meningkatnya jumlah tenaga penganggur dan penduduk miskin yang akan memicu kerawanan sosial, baik di wilayah pedesaan maupun perkotaan.
Sebaliknya, ekspor sektor pertanian justru mengalami kemerosotan. Badan Pusat Statistik mencatat nilai ekspor sektor pertanian Indonesia sepanjang 2016 hanya mencapai US$ 3,4 miliar, yang berarti turun 8,1 persen dibanding tahun sebelumnya, yakni sebesar US$ 3,7 miliar. Tren penurunan ini merupakan lanjutan dari anjloknya ekspor pertanian sebesar 36 persen pada 2015. Padahal nilai ekspor pertanian pada 2014 sempat mencapai US$ 5,8 miliar dan merupakan titik tertinggi sejak 2010. Apabila hal ini tidak diantisipasi secara tepat, maka negara ini akan mengalami krisis pangan yang sangat serius yang disertai dengan meningkatnya jumlah tenaga penganggur dan penduduk miskin yang akan memicu kerawanan sosial, baik di wilayah pedesaan maupun perkotaan.
Permasalahan sektor pertanian di Indonesia tidak terlepas dari beragam isu dan tantangan yang dihadapi dalam pengembangan pertanian global meliputi isu dan tantangan dalam perdagangan internasional (peningkatan biaya dan pajak impor, AFTA/WTO dan globalisasi), investasi sektor swasta asing, permasalahan teknologi (biaya inovasi teknologi baru mahal dan di Indonesia penerapan teknologi sebagian besar masih berupa teknologi yang rendah), biaya tidak efisien dan permasalahan rantai pasok pangan, prasyarat kesehatan pangan, referensi untuk produk impor dan keterkaitan struktur antar departemen.
Untuk dapat
menjadi basis perekonomian nasional, maka komoditas pertanian Indonesia harus
memiliki daya saing pasar yang kuat, baik di lingkup domestik maupun pasar
internasional. Sedikitnya ada tiga langkah besar untuk meningkatkan nilai tambah
dan kualitas daya saing produk ekspor pertanian
Indonesia. Pertama, meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan
kelembagaan pertanian. Hal ini mutlak
dilakukan karena petani sangat rentan terkena dampak dari perdagangan bebas.
Selain itu, keterbukaan akses informasi, pengembangan inovasi dan IPTEK serta
perluasan jaringan pemasaran untuk petani pun masih sangat diperlukan. Kedua, memperbaiki kerangka hukum dan kerangka kebijakan. Sinkronisasi
kebijakan ini dilakukan agar kementerian yang ada tidak berjalan sendiri-sendiri.
Perlu ada sinkronisasi kebijakan pengembangan unggulan di bidang pertanian.
Selain itu, juga perlu belajar dan menimbang kebijakan dari negara lain. Ketiga,
perbaikan infrastruktur dan perbaikan
rantai pasok (supply chain management). Sebab hingga kini belum ada rantai pasok
yang stabil dan bisa menjamin kepastian ketersediaan barang. Dengan demikian
produk pertanian Indonesia diharapkan mampu bersaing dengan produk-produk
pertanian dari negara lain.
Pemerintah
sendiri melalui Kementerian Pertanian RI telah meluncurkan program Geber Ekspor
Produk #PetaniKita. Geber merupakan singkatan dari gerakan bersama yang
bertujuan untuk menggenjot dan mengakselerasi berbagai produk pertanian agar
berdaya saing ekspor. Melalui berbagai layanan produk pertanian (inline inspection, protokol karantina, sertifikat
elektronik dan sistem IQFAST) pemerintah mengajak masyarakat untuk menjaga
sumber daya pertanian dan juga mendorong agar produk yang dihasilkan petani
berdaya saing dan memberikan nilai lebih bagi petani.
Tidak
berhenti sampai disitu, globalisasi dalam kerangka perdagangan internasional,
mendorong semakin meningkatnya arus lalulintas dan menurunnya secara bertahap
hambatan tarif (tariff barrier) dalam perdagangan hasil pertanian antar
negara. Keadaan ini mendorong masing-masing negara memperketat persyaratan
jaminan kesehatan, mutu dan keamanan hasil pertanian sebagai instrumen
pengendalian perdagangan antar negara. Hal tersebut juga sebagai dampak dari perjanjian perdagangan dunia yang diatur oleh
organisasi perdagangan dunia World Trade Organization (WTO). Dalam
implementasinya organisasi tersebut menerbitkan berbagai perjanjian yang
berkaitan dengan pengaturan dan prosedur dibidang perdagangan internasional.
antara lain: General Agreement on Tariffs and Trade (GATT), Agreement on
Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights (TRIPS), Agreement on
Application of Sanitary and Phytosanitary Measure (SPS).
Indonesia
sebagai negara kepulauan terbesar di dunia memiliki luas wilayah laut dan garis
pantai yang sangat panjang, sehingga sangat besar kemungkinan masuknya berbagai
hama dan penyakit hewan dan tumbuhan melalui aktivitas lalu lintas keluar
masuknya produk pertanian, baik dari luar negeri maupun antar area di dalam
wilayah RI. Hal ini dapat
dibuktikan dengan masih tingginya tingkat penyelundupan komoditas pertanian,
sering terjadi wabah yang disebabkan hama penyakit hewan dan tumbuhan seperti
flu burung, flu babi atau rabies serta tingkat kepercayaan negara mitra dagang
yang masih rendah terhadap komoditas pertanian Indonesia yang ditenggarai belum
bebas hama penyakit sehingga produk kurang memiliki daya saing.
Pada saat ini
ancaman yang dapat mengganggu kelestarian sumberdaya alam, ketentraman dan
kesehatan masyarakat, kesehatan pangan, gangguan terhadap produksi sektor
pertanian, serta lingkungan telah didefinisikan sebagai ancaman yang perlu
untuk dicegah masuk dan penyebarannya. Ancaman yang secara global telah
diidentifikasi dapat dikendalikan secara efektif melalui penyelenggaraan
perkarantinaan antara lain: 1) ancaman terhadap kesehatan hewan dan tumbuhan;
2) jenis asing invasif (invasive species); 3) penyakit Zoonosis;
4) Bioterorism; 5) pangan yang tidak sehat termasuk Genetic Modified
Organism (GMO) yang belum dapat diidentifikasi keamanannya; 6) kelestarian
plasma nutfah/keanekaragaman hayati; 7) hambatan teknis perdagangan; dan 8)
ancaman terhadap kestabilan perekonomian Nasional.
Berkaitan
dengan hal tersebut maka keberadaan Badan Karantina Pertanian (BARANTAN)
menjadi sangat penting sebagai garda terdepan dalam mencegah masuknya/ keluar
hama penyakit hewan karantina (HPHK) dan organisme pengganggu tumbuhan
karantina (OPTK) ke dalam/dari wilayah Negara Republik Indonesia dan
penyebarannya dari suatu area ke area lain. Intelijen Badan Karantina Pertanian
mengawal dan mengamankan amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1992 tentang
Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, tujuannya yaitu mencegah
masuk dan menyebarnya hama penyakit hewan dan organisme pengganggu tumbuhan
berbahaya.
Selaras
dengan Visi Kementerian Pertanian “Terwujudnya sistem pertanian-bioindustri
berkelanjutan yang menghasilkan beragam pangan sehat dan produk bernilai tambah
tinggi berbasis sumberdaya lokal untuk kedaulatan pangan dan kesejahteraan
petani.” Visi dalam Renstra Kementerian Pertanian di atas, selanjutnya
menjadi acuan dalam penyusunan Visi Badan Karantina Pertanian (BARANTAN),
yaitu: “Menjadi Instansi yang Tangguh dan Terpercaya Dalam Perlindungan
Kelestarian Sumberdaya Alam Hayati Hewan dan Tumbuhan, Lingkungan dan
Keanekaragaman Hayati serta Keamanan Pangan”.
Pemerintah, dalam hal ini BARANTAN sebagai regulator perkarantinaan memiliki mandat konstitusional untuk memberikan perlindungan terhadap warga negara Indonesia dalam rangka penyediaan kebutuhan produk pertanian yang bermutu tinggi dan produk yang akan diekspor sesuai persyaratan negara mitra. Oleh karena itu memberikan kepastian regulasi yang harus ditaati dan melaksanakannya dengan konsisten dan konsekuan serta perbaikan sistem pelayanan publik dapat memberikan kepuasan kepada pengguna jasa karantina pertanian dalam kegiatan ekspor dan impor produk pertanian.
Pemerintah, dalam hal ini BARANTAN sebagai regulator perkarantinaan memiliki mandat konstitusional untuk memberikan perlindungan terhadap warga negara Indonesia dalam rangka penyediaan kebutuhan produk pertanian yang bermutu tinggi dan produk yang akan diekspor sesuai persyaratan negara mitra. Oleh karena itu memberikan kepastian regulasi yang harus ditaati dan melaksanakannya dengan konsisten dan konsekuan serta perbaikan sistem pelayanan publik dapat memberikan kepuasan kepada pengguna jasa karantina pertanian dalam kegiatan ekspor dan impor produk pertanian.
Peningkatan kualitas
pelayanan tindakan karantina dan pengawasan keamanan hayati terhadap ekspor
media pembawa HPHK dan OPTK dan keamanan hayati, diperlukan dalam rangka
memberikan pelayanan perkarantinaan yang maksimal sesuai dengan standar
internasional. Sementara, pengembangan sistem pengendalian resiko penyakit hewan
secara In-line Inspection akan mampu mendukung upaya pengawasan, dan
penegakan hukum yang sekaligus mendukung rangkaian proses penjaminan kesehatan
sehingga pemasaran produk pertanian yang sesuai standar dapat diterima oleh
negara mitra yang sekaligus meningkatkan daya saing di pasar global.
Namun
demikian, mengingat
besarnya ancaman dan risiko berbagai jenis HPHK dan OPTK yang dapat masuk dan
tersebar ke wilayah RI karena sangat luasnya wilayah yang harus diawasi dan
dijaga, maka partisipasi masyarakat Indonesia
dalam hal karantina menjadi sangat dibutuhkan. Program kesadaran publik menjadi
jalan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat terhadap isu karantina.
Masyarakatpun kini bisa mendapatkan kemudahan memperoleh informasi Perkarantinaan pertanian yang mudah diakses dimanapun dan kapanpun. Layanan karantina SIPAKAR (Sistem Informasi Patuh Karantina) merupakan buku saku elektronik Karantina Pertanian. Melalui sistem aplikasi ini publik dapat mengakses dan memperoleh informasi Perkarantinaan pertanian secara luas, mudah dan transparan sehingga publik menjadi semakin paham, taat dan patuh terhadap peraturan Karantinaan Pertanian.
Masyarakatpun kini bisa mendapatkan kemudahan memperoleh informasi Perkarantinaan pertanian yang mudah diakses dimanapun dan kapanpun. Layanan karantina SIPAKAR (Sistem Informasi Patuh Karantina) merupakan buku saku elektronik Karantina Pertanian. Melalui sistem aplikasi ini publik dapat mengakses dan memperoleh informasi Perkarantinaan pertanian secara luas, mudah dan transparan sehingga publik menjadi semakin paham, taat dan patuh terhadap peraturan Karantinaan Pertanian.
Pertanian tidak hanya terkait dengan pemenuhan kebutuhan pangan tetapi juga stabilitas ekonomi, sosial dan politik suatu
negara. Untuk dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun memenangkan persaingan ekspor, tentu saja harus ada
perhatian ekstra dari petani atau eksportir untuk menjaga komoditas agar dapat
memenuhi kriteria yang ditetapkan. Upaya ini tentunya terkait dengan kebijakan
pertanian yang lebih komperehensif untuk
meningkatkan daya saing terutama dalam pengembangan produk (product
development) yang sesuai dengan permintaan pasar global, yaitu
produk-produk yang mempunyai kualitas lebih tinggi (penampilan, keseragaman,
rasa, nutrisi dan keamanan) dan mempunyai ciri-ciri spesifik yang tidak
dimiliki negara-negara lain.
Ayo, Geber Ekspor Produk Petani Kita, Indonesia!
REFERENSI :
POSISI DAYA SAING PERTANIAN INDONESIA DAN UPAYA PENINGKATANNYA
Rencana Strategis Badan Karantina PertanianTahun2015-2019
Waspada Ancaman Bioterorisme dan Agroterrorisme, Barantan Kuatkan Sinergitas Petugas Intelijen
Belajar Dari Negara Lain; Kualitas Ekspor Pertanian Kita
Bulan Bakti Karantina, Kementan Geber Ekspor Produk Pertanian
Leave a Comment