Derap Langkah Millenial Menggarap Koperasi di Abad Digital
Tak bisa dipungkiri, generasi millenial Indonesia adalah aset penggerak ekonomi di masa depan. Mereka memiliki tiga karakter yang khas yakni terkoneksi dengan internet, memiliki kepercayaan diri yang tinggi serta kreatif. ketiga karakter ini jika digarap dengan sungguh-sungguh, bukan tidak mungkin di masa depan menjadi aset berharga bagi keberlangsungan bangsa ini menuju masyarakat Indonesia yang adil makmur. Kedepan, sejumlah tantangan yang sekaligus menjadi peluang akan dihadapi millenial Indonesia. Salah satunya dengan telah diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tanggal 1 Januari 2016 dan era bonus demografi Indonesia yang dimulai pada tahun 2020. Generasi Millenial sendiri berada pada Golongan Gen Y (lahir tahun 1980-1997). Mereka dianggap sebagai aset masa depan, karena dipastikan 70% dari generasi millenials berada pada masa produktif pada 2030.
Oleh karenanya dalam menyambut bonus demografi, bangsa kita harus
memastikan adanya produktivitas pada era bonus demografi tersebut melalui
peningkatan kapasitas, kreativitas, dan daya saing pemuda kita dalam rangka
melakukan optimalisasi peran bonus demografi dalam mengejar ketertinggalan
bangsa kita. Hal tersebut harus dilakukan dengan memperbaiki pendidikan, kesehatan, dan
melakukan penyediaan lapangan kerja di masyarakat. Pada akhirnya, bonus demografi ini
diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Namun, dalam hal ini, bonus demografi bisa menjadi bencana demografi jika tidak
dipersiapkan kedatangannya dengan baik.
Menyiapkan penduduk usia produktif
Koperasi
sebagai salah satu soko guru ekonomi Indonesia, merupakan lembaga yang paling tepat untuk mengatasi ketimpangan
sosial-ekonomi menjelang bonus demografi. Apalagi masyarakat Indonesia
dikenal memiliki semangat kerjasama dan kegotongroyongan yang tinggi. Atas dasar itu, the founding father Mohammad Hatta menyusun usaha yang dianggap sesuai dengan sifat-sifat dasar
masyarakat Indonesia.
Tidak
sampai disitu. Mengemban amanah Nawacita, koperasi dituntut untuk dapat
meningkatkan daya saing di pasar internasional. Organisasi ini pun dibebani
untuk mengoptimalisasi sektor-sektor strategis ekonomi di domestik dalam upaya
mewujudkan kemandirian ekonomi. Bukan tanpa alasan mengingat Indonesia
harus bisa maju dan bangkit bersama-sama dengan negara Asia lainnya. Sehingga
peningkatan kelayakan, produktivitas, dan nilai tambah koperasi untuk “naik
kelas” bertumbuh ke skala yang lebih besar dan berdaya saing
global.
Faktanya, kalangan generasi millenial saat ini banyak yang tidak mengetahui dan memahami mengenai hakekat
dan pentingnya koperasi, sebagai salah satu bentuk ekonomi kerakyatan. Hal ini
didorong oleh perubahan gaya hidup generasi milenial (zaman now) yang begitu
cepat dan tidak menentu (disruptif), akibat perkembangan teknologi informasi,
robotic, artifical intelligence, transportasi, dan komunikasi yang sangat
pesat. Pola dan gaya hidup generasi milenial bercirikan segala sesuatu yang lebih
cepat (real time), mudah, murah, nyaman, dan aman.
Beranjak dari fenomena diatas,
maka lembaga dan insan Koperasi sudah saatnya mentransformasi dan mereformasi
dirinya untuk menata organisasi dan strategi bisnisnya sesuai dengan
perkembangan zaman. Koperasi wajib semakin
kreatif dan inovatif untuk menghasilkan produk produk yang berkualitas
agar dapat memanfaatkan potensi pasar ASEAN yang berpenduduk 450 juta
jiwa. Koperasi diharapkan berperan secara strategis menggerakkan
anggotanya sebagai pelaku usaha daripada penonton di negerinya sendiri
karena populasi penduduk Indonesia sebanyak 240 juta jiwa lebih atau
sebesar 47% dari seluruh populasi negara negara ASEAN. Ini potensi pasar
yang luar biasa besar dan harus dimanfaatkan secara maksimal.
Untuk menuju koperasi yang kuat maka koperasi harus
mendapatkan menu empat sehat lima sempurna, yaitu : akses permodalan,
kualitas SDM, manajemen lebih baik dan bantuan pemasaran/penjualan serta
kemitraan dengan perusahaan besar (match making). Sementara, demi meningkatkan
citra koperasi dimata generasi muda, adalah dengan pengejawantahan konsep
filantropi yang kini intens menjadi perhatian generasi millenial. Pendefinisian
yang paling mutakhir filantropi adalah sebagai social investment (investasi
sosial) di mana seseorang, sekelompok orang atau perusahaan bermitra dengan
orang-orang yang dibantunya.
Konsep filantropi ini
tentunya sangat relevan dengan fungsi dan peranan Koperasi yang dijabarkan
dalam Undang-undang No. 25 tahun 1992 yaitu : mengembangkan potensi dan
kemampuan ekonomi anggota dan masyarakat, berupaya mempertinggi kualitas
kehidupan manusia, memperkokoh perekonomian rakyat, mengembangkan perekonomian
nasional, serta mengembangkan kreativitas dan jiwa berorganisasi bagi pelajar
bangsa.
Dalam sejumlah studi, ditemukan
bahwa salah satu karakter dan kultur generasi millenial ini adalah memiliki
kepedulian pada isu-isu sosial kemanusiaan, mereka senang berbagi kepada
sesama. Generasi millenial tumbuh di bawah asuhan budaya (social sharing) yang
tinggi. Temuan ini adalah fakta menarik bagi pegiat kemanusiaan dalam
menggalang donasi. Bahwa generasi millenial perlu didekati dengan inovasi.
Menggalang charity dari entitas millenial, berarti memperluas spektrumnya
kemanusiaan.
Berbeda dengan generasi
sebelumnya, para muda kreatif tersebut tidak hanya sekedar ingin terlibat dalam
kegiatan filantropi dengan memberikan donasi, tapi juga memanfaatkan potensi
dan kapasitasnya untuk mengembangkan dan mempertajam inisiatif sosial yang
dilakukan. Generasi millenial ini memperluas bentuk kontribusi atau
sumbangannya menjadi 6 bentuk, yakni pengetahuan/keterampilan, waktu,
voice (suara/aspirasi), jaringan, cinta (kinesthetic ability) dan dana. Dengan
menggabungkan 6 bentuk pemberian itu, generasi millenial tidak hanya
melihat filantropi sebagai kegiatan sosial, tapi sebagai investasi sosial yang
berdampak luas dan berkelanjutan. Mereka juga memandang keterlibatannya dalam
kegiatan filantropi sebagai investasi bagi pengembangan karakter dan
kapasitasnya untuk menjadi pemimpin di masa mendatang.
Melalui komunitas jaringan
dengan memanfaatkan tekonologi informasi dan
budaya pop, para filantrop milenial yang lahir dari berbagai latar belakang
enterpreuneur, ahli IT, pekerja seni dan pegiat sosial diharapkan dapat menjadi
kepanjangan tangan koperasi dalam mengemas program koperasi agar terlihat lebih
populer, menyenangkan serta mengandung aspek pemberdayaan ekonomi. Sehingga
mereka dan para millenial lainnya kelak akan menjelma sebagai
seorang tech savvy, wirausahawan, berpendidikan dan
berpikiran independen yang terdorong untuk “berbuat baik.”
Pada akhirnya, sebagai produk filantropi, koperasi harus
mampu menjawab berbagai tantangan zaman yang dihadapi para generasi
millenial. Koperasi dalam hal ini dapat menumbuhkan kelompok masyarakat millenial yang
produktif dan potensial. Jika
dimanfaatkan dengan baik, hubungan koperasi dan generasi millenial bisa
menjadi
simbiosis mutualisme yang mendatangkan kesejahteraan bagi para
millenials, juga
menguatkan eksistensi koperasi di abad digital seperti sekarang ini.
***
Artikel ini diikutsertakan dalam kompetisi PRAJA 2019 Kategori Karya Tulis Blog yang diselenggarakan oleh praja2019.multiintisarana.com
Numpang promo ya Admin^^
BalasHapusayo segera bergabung dengan kami di ionqq^^com
dengan minimal deposit hanya 20.000
add Whatshapp : +85515373217 ^_~