Istimewanya Gandeng Gendong: Spirit Gotong Royong Masyarakat Yogyakarta, Bangkit Melawan Pandemi

 

Bangsa Indonesia merupakan bangsa besar yang kaya akan kearifan lokal dan nilai-nilai budaya yang  sarat akan filosofi kehidupan, dimana penggambaran filosofi tersebut dalam perjalanannya, kerap menjadi simbol keselarasan hubungan manusia dengan Tuhannya, sesama manusia maupun alam seisinya.

Demikian halnya di situasi sulit ketika itu, dimana sebagian wilayah Jawa sedang dilanda bencana pagebluk atau wabah penyakit berkepanjangan, gudhig, influensa, kolera, tuberkulosis dan memakan korban dengan jumlah tak sedikit pula.

Maka satu-satunya pengharapan agar terlepas dari bencana hanyalah memohon kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, dan permohonan tersebut digambarkan melalui simbol-simbol budaya yang sarat makna dan bisa diterjemahkan sebagai bentuk “permohonan”.

Dalam lingkup kesustraan Jawa, berbagai macam bentuk dan upaya penanganan wabah atau pagebluk ini telah tercantum baik secara tulis maupun lisan berabad tahun lalu untuk kemudian diwariskan secara turun temurun hingga saat ini.

Menkonsumsi sayur lodeh, gori atau tewel, misalnya, apabila dilihat dari sudut pandang sains-medis  kekinian memang benar adanya, akan memberikan dampak positif bagi tubuh manusia karena sayur memiliki kandungan nutrisi maupun vitamin yang tinggi sehingga baik untuk daya tahan tubuh.

Namun demikian bagi sebagian masyarakat Jawa terutama warga Jogja, sayur lodeh tidak hanya nikmat disantap, tetapi juga 7 macam isiannya memiliki makna tersendiri yang diartikan sebagai permohonan dan ikhtiar dalam mengatasi pagebluk

1.Kluwih: kluwargo luwihono anggone gulowentah gatekne (perintah untuk lebih memperhatikan keluarga); 

2.Cang gleyor (kacang panjang): cancangen awakmu ojo lungo-lungo( tetap di rumah jangan bepergian apabila tidak bermanfaat);

3.Terong: terusno anggone olehe manembah Gusti ojo datnyeng (Teruslah beribadah dan menyembah Gusti Allah Tuhan YME);

4.Kulit melinjo: ojo mung ngerti njobone, ning kudu ngerti njerone babakan pagebluk (Jangan hanya melihat dari luar saja mengenai suatu pagebluk/wabah, namun analisislah secara mendalam); 

5.Waluh: uwalono ilangono ngeluh gersulo(Jangan sering mengeluh dan perbanyak bersyukur);

6.Godong so: golong gilig donga kumpul wong sholeh sugeh kaweruh (Berkumpul, dan berdoa bersama orang-orang saleh dan berilmu); 

7.Tempe: temenono olehe dedepe nyuwun pitulungane Gusti Allah (Yakinlah dalam memohon pertolongan kepada Allah dan Yakinlah Allah akan memberi pertolongan) 

Pada akhirnya, tradisi dan kearifan lokal mendesak untuk tetap dipegang teguh, minimal “obat penenang” untuk kita melepaskan berbagai bentuk ketakutan dan kepanikan dalam menghadapi suatu pagebluk atau pandemi.

Memaknai Nilai Gotong-Royong

Sampai hari ini, bangsa Indonesia sedang diuji ketahanannya, mengingat pandemi covid 19 berkepanjangan yang tak kunjung menemukan titik terang kapan akan usai.

Eksistensi wabah ini juga telah merenggut perasaan aman masyarakat. Bagaimana tidak, aktivitas sosial masyarakat seperti berkomunikasi, bekerja, berdagang, hingga beribadah, harus dibatasi secara ketat. Lebih jauh, wabah ini juga turut merenggut rasa aman masyarakat karena kehilangan mata pencaharian hidupnya, disebabkan perusahaan tempat bekerja melakukan pemutusan hubungan kerja.

Salah satu faktor penyebabnya adalah situasi Lockdown dan Resesi Ekonomi yang berdampak signifikan kepada warga kelas bawah sehingga mereka terancam kehilangan penghasilan.

Di Indonesia 2 juta orang lebih dirumahkan dan terkena PHK dan paling banyak berdampak pada Pekerja usaha Mikro kecil dan menengah /UMKM dimana rata- rata warga menengah kebawah berpenghasilan dari usaha ini.

Bagaimana pula nasib mereka yang terpapar wabah corona dan harus dirawat ataupun melakukan isolasi mandiri, tentu hal tersebut menjadi beban tersendiri bagi diri, keluarga, beserta lingkungannya. Belum lagi Pendidikan anak-anak turut terhenti sampai waktu yang tidak pasti.

Revolusi mental. Begitulah, yang digaungkan founding father Soekarno, manakala bangsa Indonesia menghadapi situasi sulit seperti sekarang ini. Revolusi mental yang mana didalamnya terkandung spirit gotong royong dan bersumber  dari nilai-nilai luhur Pancasila, dan sudah seharusnya tertanam dan menyatu dalam lubuk hati setiap anak bangsa, sehingga pada akhirnya akan timbul rasa persatuan dan kesatuan untuk tetap menguatkan satu sama lain.

Lebih jauh Bung Karno menjelaskan makna "gotong-royong" adalah pembantingan-tulang bersama, pemerasan-keringat bersama, perjuangan bantu-binantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua, keringat semua buat kebahagiaan semua. Ho-lopis-kuntul-baris buat kepentingan bersama! Itulah Gotong Royong!

Gandeng Gendong, Kearifan Masyarakat Yogyakarta di tengah Pandemi

Seni budaya, keramahtamahan dan tradisi guyub bersatu dalam kehidupan masyarakat kota Yogyakarta. Ciri khas tersebut menjadi magnet untuk wisatawan atau siapapun yang berkunjung untuk kembali datang. Yogyakarta juga menjadi rumah yang nyaman bagi perantauan. Keindahan alam yang memikat, ramainya pertunjukan seni, kuliner yang murah menjadikan Yogyakarta memang ‘Istimewa’.

Yogya kian Istimewa manakala kekuatan solidaritas,kesetiakawanan sosial, saling menggandeng tangan saudara menjadi tali pengikat warganya dalam menghadapi situasi pandemi saat ini.

Bukan hanya sebagai embrio saja, Sebelum pandemi Covid-19 pun, praktik baik solidaritas antar warga diperlihatkan warga saat terjadi bencana gempa bumi pada tahun 2006 dan bencana letusan hebat gunung merapi sudah tak perlu diragukan lagi.


Demikian halnya, melalui konsep gandeng gendong, masyarakat yang masih belum sejahtera akan diajak atau diangkat bersama-sama untuk bisa maju demi mencapai kesejahteraan bersama.

Sebagai informasi program Gandeng Gendong adalah  gagasan Pemerintah Kota Yogyakarta dan telah di launching pada tanggal 10 April 2018. Tujuan utama dari program Gandeng Gendong adalah mengajak seluruh elemen masyarakat untuk saling bergotong-royong membantu warga lain yang masih mengalami kesulitan dalam berbagai aspek kehidupan, terutama warga miskin agar lebih sejahtera.

Kata “gandeng” sendiri bermakna bahwa semua elemen masyarakat saling bergandengan tangan dengan niat saling membantu agar semua pihak dapat maju bersama. Kekuatan akan muncul jika semua unsur masyarakat dalam kebersamaan.

Sedangkan “gendong” memiliki makna bahwa masyarakat membantu warga lain yang tidak mampu berjalan. Yang lemah digendong. Yang terpinggirkan ditarik ke tengah agar bisa berjalan bersama.

Gandeng Gendong merupakan tindakan konkret dari smart city dan smart society itu dimana dalam program ini ada inovasi, yang ditujukan untuk mengoptimalkan potensi kearifan lokal sebagai upaya percepatan pengentasan kemiskinan. Gandeng Gendong ini pulalah yang menjadi modal sosial masyarakat Yogya, terlebih di tengah pandemi. Maka tak heran jika kemudian terlahir berbagai gerakan sosial untuk membantu warga lain yang mengalami kesulitan.

Dapur Umum

Masyarakat melakukan swadaya memasak makanan untuk kemudian dibagikan kepada anak-anak kost, buruh gendong,  penyitas covid 19 maupun warga yang kesulitan memenuhi pangan selama pandemi.

Dapur Balita dan Lansia

Masyarakat melakukan swadaya untuk mengumpulkan bahan makanan atau uang untuk kemudian dibelanjakan bahan makanan dan memasaknya. Makanan tersebut kemudian dibagikan ke anak balita dan warga lansia agar pemenuhan gizinya tetap terjaga selama pandemi Covid-19.

Relawan Mengajar

Para relawan memberikan pendampingan konten pembelajaran hingga akses internet untuk membantu siswa yang mengalami kendala internet.

Relawan Sehat

Kegiatan ini berupa kunjungan relawan ke rumah balita untuk memantau tumbuh kembang anak karena kegiatan posyandu untuk sementara ditiadakan. Saat melakukan kunjungan ke rumah warga, relawan juga mengingatkan masyarakat untuk selalu mematuhi protokol kesehatan serta pencegahan penularan virus corona penyebab Covid-19.

Relawan Hijau

Gerakan relawan hijau adalah kegiatan mengembangkan "Kampung Sayur" atau "Lorong Sayur" untuk kemudian hasil panen sayur dibagikan ke masyarakat yang membutuhkan.

Cantelan Sayur

Dalam konsep “mbagehi” atau membagi, masyarakat dengan suka rela menyediakan paket sayur dan lauk pauk yang ditempatkan di tempat-tempat strategis dan warga yang membutuhkan bisa mengambil sesuai kebutuhannya secara gratis.

Seluruh kegiatan berbasis swadaya masyarakat tersebut diatas mulai muncul sejak Maret 2020 dan jika dihitung secara nominal, maka total nilai swadaya yang terhimpun cukup besar mencapai sekitar Rp6 miliar dan dimungkinkan terus bertambah.

Aplikasi SiBakul

Sistem Informasi Pembinaan Koperasi dan Pelaku Usaha (SiBakul) adalah langkah nyata dari Pemerintah Daerah yang dikembangkan oleh Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (Diskop UKM) Pemerintah DIY untuk pemberdayaan bagi UMKM melewati krisis  dengan tanpa mengabaikan protokol kesehatan.  

Melalui aplikasi SiBakul, masyarakat dapat melakukan pembelian sekaligus memberdayakan UMKM dengan tetap meneguhkan kebijakan social distancing, dengan cara mengunduh laman : (1) web sibakuljogja.jogjaprov.go.id sebagai market hub, dan (2) aplikasi playstore JOGJAKITA, yang didalamnya terdapat menu SIBAKUL JOGJA.  

Selain itu, dalam hal ini UMKM juga dibina dan diarahkan untuk tetap mematuhi protokol kesehatan dalam proses produksi hingga pada aspek pemasarannya.  Bahkan proses pengantaran oleh ojol pun juga dilakukan dengan tetap mematuhi protokol kesehatan, seperti : tetap menggunakan masker, selalu dibekali hand sanitizer, dan pemberian produk tidak dilakukan dengan bersentuhan langsung dengan konsumen.

Harapan

Perang total melawan COVID-19 tak harus melulu ditempuh melalui ‘perang fisik’ dengan mengerahkan gugus tugas penanganan COVID-19 di semua lini saja, tapi pemerintah juga dituntut bertindak secara jeli melalui kerja sama strategis dengan masyarakat sipil, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh agama, untuk melakukan diseminasi nilai-nilai kebangsaan yang bertumpu pada pemahaman akan gotong royong dan persatuan di tengah wabah.

Kita bangsa besar dan memiliki modal ideologis dan sosiologis untuk dikembangkan menjadi partisipasi sosial dan sebagai energi bangsa menghadapi penularan dan pencegahan pandemik COVID-19 beserta dampak sosial ekonomi yang ditimbulkannya.

Sekali lagi, pandemi COVID-19 harus dijadikan momentum untuk menggalang persatuan dan kesatuan bangsa. Dengan semangat gotong royong, kita harus optimis pandemi ini akan segera berlalu dari bumi pertiwi, semoga.

***

Tulisan ini diikutsertakan kompetisi dalam rangka memperingati Bulan Pancasila dengan tema Keistimewaan Pancasila: Toleransi, Berbagi, Gotong Royong yang diselenggarakan oleh Dinas Komunikasi dan Informatika DIY

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.