Polri Presisi, Wujud Profesionalitas Polisi Yang Humanis, Modern Dan Kekinian



Tidak salah kiranya jika kita mencita-citakan sebuah negara yang bersih, aman, sejahtera, pro rakyat dan memperioritaskan nilai-nilai bermasyarakat, baik dalam bidang politik, pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya. Sama halnya dengan apa yang disebutkan Aristoteles sebagai Negara Utophia. Mencita-citakan sebuah bangunan perjalanan negara dengan konsep ideal dan bernilai sejahtera, aman dan berkeadilan.

Kisah nenek Minah menjadi satu dari sekian banyak jalan panjang  para pencari keadilan di negeri tercinta ini. Nenek Minah, perempuan renta warga Darmakradenan, Banyumas, Jawa Tengah dianggap bersalah karena memetik 3 buah kakao seharga Rp.30.000,- di Perkebunan Rumpun Sari Antan (RSA). Buntut kasus tersebut, Pengadilan Negeri Purwokerto pada 19 November 2009 menjatuhkan vonis nenek minah dengan hukuman penjara 1 bulan 15 hari dengan masa percobaan selama 3 bulan karena dianggap melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian.

Lain cerita dengan pak Samirin, 68 tahun. Pengadilan Negeri Simalungun menjatuhkan vonis 2 bulan 4 hari (total 64 hari) penjara   pada 15 Januari 2020 kepada pak Samirin atas tuduhan memungut sisa getah pohon karet dengan berat 1,9 kilogram seharga Rp17 ribu. Setelah divonis, pak Samirin langsung bebas walaupun sempat ditahan selama 63 hari.

Selanjutnya, kasus yang dialami RMS, 31, seorang ibu muda di Riau. RMS terpaksa mencuri tandan buah sawit milik sebuah perusahaan negara senilai Rp75 ribu pada 30 Mei 2020. Kepada polisi, RMS mengaku terpaksa mencuri tandan buah sawit untuk membeli beras sebab beras untuk makan tiga anaknya yang masih kecil sudah habis. Meski polisi berusaha melakukan mediasi agar kasus itu diselesaikan secara kekeluargaan, pihak perusahaan tetap berkukuh ingin menghukum RMS. Pengadilan Negeri Pasir Pengaraian pun menvonis RMS pidana penjara selama 7 hari karena terbukti melanggar Pasal 364 KUHP tentang tindak pidana pencurian ringan. Sumber: https://m.mediaindonesia.com/podiums/detail_podiums/2050-nenek-minah-namamu-disebut

Kisah diatas kiranya cukup membuat kita trenyuh dan mengelus dada. Bagaimana tidak, disaat kehidupan layak penduduk negeri ini masih sangat jauh panggang dari api, keadilan rasanya juga sangat mahal untuk digapai tangan mereka.

Bahkan nenek Minah, namanya menjadi inisiasi calon Kapolri Komjen Listyo Sigit Prabowo di tempat terhormat, yaitu ruang sidang Komisi III DPR saat uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test 20 Januari 2021.

Menurut Komjen Listyo Sigit, tidak boleh lagi ada kasus nenek Minah yang mencuri kakao, kemudian diproses hukum hanya untuk mewujudkan kepastian hukum, tapi justeru menjauhkan hukum itu sendiri dari rasa keadilan masyarakat. Tidak boleh lagi ada hukum hanya tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Komjen Listyo pun memastikan janji-janjinya saat uji kelayakan dan kepatutan, terutama terkait keadilan restoratif akan dipatuhi jajarannya hingga  paling bawah.

Sebagai informasi, keadilan restoratif maksudnya, adalah mengutamakan pemulihan kerugian yang ditimbulkan dari tindak pidana dan pelibatan partisipatif dari korban, pelaku, dan masyarakat yang terlibat dalam proses pemulihan tersebut. 

Polri di Masa Depan

Sebagai warga sipil, saya sebagaimana masyarakat pada umumnya, memaknai figur Polisi adalah profesi yang mulia. Kemuliaannya tercermin dari fungsi dan tugas pokoknya dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, yang mana polisi diposisikan sebagai representasi negara, dan setiap saat harus hadir di tengah-tengah masyarakat baik sebagai pengayom, pelindung maupun pelayan.

Sebagai pengayom, polisi dianggap mampu tampil sebagai pembimbing, rujukan tempat pengaduan seputar masalah-masalah sosial kemasyarakatan.

Sementara sebagai pelindung, polisi harus mampu menjamin keselamatan kepentingan, nyawa, harta, dan benda masyarakat.

Demikian hal nya sebagai pelayan, polisi diharapkan mampu memberikan pelayanan optimal terhadap seluruh kebutuhan layanan masyarakat yang bersangkutan dan berhubungan dengan tugas-tugas kepolisian.

Kiranya, dibalik keistimewaan tugas polisi yang langsung bersinggungan dengan masyarakat, tantangan kepolisian ke depan, tentu tidaklah semakin ringan, justeru sebaliknya, akan semakin berat karena ruang dan dimensi permasalahan yang semakin komplek, dinamik dan multivariat.

Adanya masalah Pandemi Covid-19 yang masih belum landai, ancaman cyber crime yang semakin canggih dengan menggunakan perkembangan teknologi baru 4.0, serta tindak pidana kamtibmas yang mana bermuara pada pelaksanaan tugas pokok Polri.

Berangkat dari falsafah  Undang-Undang Kepolisian RI, serta mengingat kian kompleksnya semua permasalahan di tengah masyarakat, di masa mendatang Polri tentu harus terus meningkatkan kompetensi agar tidak tergilas oleh perkembangan zaman.

Tegasnya, tugas polisi tidak hanya sebagai public safety tapi juga problem solving, salah satunya adalah dengan membangun kesadaran dan partisipasi masyarakat terhadap kamtibmas, serta membangun daya cegah dan daya tangkal terhadap kejahatan, terorisme, narkoba, separatisme, dan ideologi anti Pancasila.

Dimasa mendatang, Polri juga harus mampu mengadaptasi teknologi informasi/komunikasi, meneropong perkembangan lingkungan strategis, dan menyusun strategi prediksi, antisipasi, dan skenario ke depan guna mendukung pelaksanaan tugas pokok Polri.

Pemisahan Polri dan TNI/ABRI menjadi momentum bersejarah yang sangat penting bagi Polri untuk berbuat lebh baik dalam melaksanakan fungsinya secara mandiri (tidak militeristik) dan bebas dari kekuasaan dan politik dari manapun (independen).

Momentum sejarah tersebut dipandang sebagai sebuah awal (starting point) untuk memulai kehidupan masyarakat sipil (civil society) yang pada dasarnya merupakan gambaran utuh polisi sebagai warga sipil yang diberi tugas untuk menegakkan keadilan dan mewujudkan rasa aman masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya polisi harus penuh senyum dan keramahan bersenjatakan cinta kasih.

Sebagaimana halnya tertuang dalam Tri Brata Polri, polisi melayani, mengayomi dan melindungi masyarakat dengan keikhlasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban. Serta Catur Prasetya, menjaga keselamatan jiwa raga, harta benda dan hak asasi manusia.

Polri PRESISI

Tidak ada ikhtiar yang hanya dengan satu kali melangkah lalu permasalahan selesai semua, melainkan sebuah itikad yang terencana dalam menyusun langkah demi langkah untuk melakukan perbaikan dalam mengimbangi berbagai dinamika persoalan.

Sebagaimana dalam sebuah survey, dimana peningkatan kepuasan dan kepercayaan publik terhadap Polri berbanding lurus dengan upaya-upaya peningkatan pelayanan publik yang terus dilakukan oleh satkersatker dan kesatuan-kesatuan wilayah di lingkungan Polri, dimana sistem yang dibangun yaitu dengan standart tehnologi dan pelayanan yang bersifat obyektif serta transparansi.

Demikian hal nya dengan Perubahan paradigma Polri menuju polisi sipil yang profesionalis, modern, kekinian, humanis serta demokratis, adalah sesuatu kebutuhan mendesak yang harus segera dipenuhi oleh Polri dalam rangka mewujudkan fungsi penegakan hukum dan pelayanan masyarakat secara prima.

Terlebih, di masyarakat masih ada sejumlah pandangan negatif terhadap Polri yang disebabkan ulah sejumlah oknum. “Pelayanan yang masih berbelit-belit, ucapan anggota yang arogan, adanya pungli di berbagai sektor pelayanan, kekerasan dalam penyelesaian masalah, penanganan kasus tebang pilih, dan perilaku lainnya yang menyebabkan ketidak harmonisan polisi dan masyarakat.

Polri Presisi menjadi ikhtiar dan dianggap sebagai konsep yang relevan menghadapi tantangan yang dihadapi oleh kepolisian saat ini dan dimasa mendatang. Program ini   merupakan kelanjutan dari konsep Profesional, Modern, dan Terpercaya (Promoter) yang  diusung bapak Tito Karnavian semasa menjabat sebagai Kapolri, dimana  promoter berorientasi masalah atau problem oriented policing.

Sementara Presisi merupakan program Kapolri  baru, bapak Komjen Listyo Sigit. Presisi sendiri adalah akronim dari Prediktif, Responsibilitas, Transparasi berkeadilan.

Prediktif dalam konsep Presisi menekankan pada pentingnya kemampuan pendekatan yang mampu menakar tingkat gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat lewat analisa berdasarkan pengetahuan, data, dan metode yang tepat. Konsep prediktif diimplementasikan agar mampu memprediksi situasi dengan dasar analisis fakta dan data yang didukung teknologi informasi (TI) sehingga tindakan Polri lebih tepat dan dapat mengatasi masalah dengan tuntas. Hal ini ini diperlukan agar Polri bisa melakukan pencegahan sedini mungkin.

Responsibilitas Polri ke depan  dimaknai sebagai rasa tanggung jawab yang diwujudkan dalam ucapan, sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas. Semuanya ditujukan untuk menjamin kepentingan dan harapan masyarakat dalam menciptakan keamanan dan ketertiban.

Transparansi berkeadilan  merupakan realisasi dari prinsip, cara berpikir, dan sistem yang terbuka, akuntabel, humanis dan siap untuk diawasi. Transparansi berkeadilan ini penting sehingga pelaksanaan tugas-tugas kepolisian dapat menjamin rasa keamanan dan rasa keadilan masyarakat.

Konsep Presisi inilah yang saat ini menjadi ujung tombak Polri demi mewujudkan harapan masyarakat sekaligus  menekankan pada pemolisian yang prediktif,  sebagai bagian dari upaya  membangun kepercayaan (trust building), membangun kemitraan (partnership building), dan strive for excellence, yang berbasis pada paradigma baru polisi sipil yang human, protagonis, bermartabat dan beradab.
Seiya sekata dengan Program revolusi mental yang tertuang dalam Trisakti dan Nawa Cita, konsep presisi kiranya menjadi penggerak dan pemacu bagi Polri untuk melakukan berbagai langkah dan upaya pembenahan, penataan dan perbaikan mentalitas, karakter serta jati diri Polri sebagai abdi masyarakat yang harus selalu berada di tengah masyarakat untuk memberikan pelayanan, pengayoman, dan perlindungan secara transparan dan akuntabel.

Tentunya kepemimpinan Komjen Listyo Sigit Prabowo akan melahirkan harapan besar untuk membawa Korps Bayangkara ke arah kemajuan di masa mendatang. Kapolri termuda ini tentu tidak diragukan dan telah lulus uji, memiliki kapasitas, kapabilitas, kredibilitas, dan kompetensi untuk membawa 'kapal' bayangkara mengarungi samudra guna mencapai pelabuhan masa depan Polri yang bermartabat dan berintegritas.

Demikian, budaya organisasi di Polri yang positif akan memberikan kontribusi penghormatan atas kewibawaan Polri sebagai Aparatur Penegak Hukum. Polri harus dibayangkan sebagai Bhayangkara Negara, Pelayan, Pelindung, Pengayom masyarakat, gagah, berani, berwibawa, tindak tanduknya menyenangkan dan sedap dipandang. 

Sebagai warga sipil dan mitra kepolisian, sudah  saatnya kita dukung Pemolisian masyarakat. Pemolisian masyarakat adalah upaya warga untuk menjadi Polisi bagi diri sendiri dan lingkungannya, yang dimotori oleh Polri, melalui satuan kerja Bimas. Masyarakat sudah semestinya  menjadi partisipan yang baik untuk menjaga keamanan lingkungannya. Masyarakat juga harus bisa mendeteksi lebih awal tentang segenap kejadian di sekitarnya beserta solusi-solusi atas persoalan kamtibmas di lingkungannya, meskipun dalam lingkup yang sederhana.

 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.