Meneropong Masa Depan Anak Indonesia Tanpa Tembakau


''Sempat lelah dan ingin menyerah, namun kami harus terus berjuang, berjuang lebih keras untuk menghadapi masyarakat yang terkadang tidak peduli dengan aksi kami, selanjutnya menggiring opini mereka bahwa rokok itu bukan produk menguntungkan. Karena itulah peran kami sebagai pemuda yang tidak hanya duduk di bangku sekolah. Kami harus membuat anak-anak Mentawai mendapat ruang untuk hidup di luar cengkeraman asap rokok yang mematikan. Karena anak-anak adalah masa depan kehidupan dan itu sebuah KEPASTIAN”

Yorimarlika Samaloisa

***

Gerakan #FCTC untuk Indonesia adalah inisiatif sejumlah anak muda, pelajar, mahasiswa dan masyarakat dari berbagai kota di Indonesia yang bertujuan menggalang dukungan masyarakat agar pemerintah Indonesia menandatangani FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) untuk melindungi generasi masa kini dan masa mendatang dari dampak konsumsi rokok dan paparan asap.


Sebagai pemuda yang lahir dan dibesarkan di Mentawai, Yorimarlika Samaloisa yang kala itu masih  mengenyam bangku SMP Kelas VII tergerak untuk berbuat sesuatu dan melakukan perubahan. Dengan masalah yang seperti fenomena gunung es dimana masalah yang sebenarnya lebih besar dari masalah yang nampak dipermukaan, Yori (panggilan akrabnya) menyadari bahwa perubahan tersebut tidak dapat dilakukannya seorang diri.


Yori menilai, Mentawai adalah salah satu surga bagi perokok anak. Tak mengenal tempat dan usia, dengan santainya mereka merokok di jalan raya, rumah, bahkan sekolah. Ini adalah situasi yang berbahaya bagi generasi Mentawai. Karena jika situasi ini tidak membaik, maka Mentawai ke depan akan dipimpin oleh generasi yang tidak produktif. Hal ini yang menjadi alasan bagi Yori dan teman-temannya untuk peduli terhadap generasi muda.


Pada akhirnya, Yori memutuskan bergabung dengan Komunitas Sahabat Remaja Mentawai (SRM) pada tahun 2012. SRM sendiri adalah komunitas peduli kesehatan remaja yang dibentuk oleh Puskesmas Sikakap bekerja sama dengan Tim Pencerah Nusantara serta Yayasan Cipta Fondasi Komunitas dan Rebana Indonesia.


Sebagai Koordinator SRM Tingkat SMP, Yori menyusun berbagai kegiatan interaktif untuk mengkampanyekan dampak bahaya konsumsi rokok pada teman-teman sebayanya. Bersama Puskesmas Sikakap, Yori dan anggota SRM lainnya juga melakukan promosi di SD, SMP, dan SMA melalui kegiatan Screening Kesehatan yang rutin dilakukan Puskesmas serta mengaktifkan kembali UKS sebagai tempat konsultasi berhenti merokok dan menempel informasi terkait rokok.


Segala hal yang dia lakukan selama 3 tahun tersebut, tak sia-sia. Presiden Joko Widodo melalui Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak memberikan penghargaan kepada Yori sebagai Tunas Muda Pemimpin Indonesia Tahun 2015.


Hal tersebut membuka kesempatan-kesempatan lainnya untuk Yori dapat mengembangkan kapasitasnya dalam upaya perlindungan anak dari asap rokok seperti terpilih sebagai Tim Pembaharu Muda Gerakan FCTC untuk Indonesia pada tahun 2016 dan puncaknya pada Tahun 2017 Yori berkesempatan untuk menyampaikan aspirasinya agar FCTC segera diaksesi untuk melindungi anak dari cengkeraman industri rokok dihadapan Deputi V Kantor Staf Kepresiden RI.


Training yang diikutinya dan bertemu dengan sesama pejuang FCTC di seluruh Indonesia, Yori menyadari bahwa dia dan SRM tidak bisa bergerak hanya dengan Puskesmas dan sekolah. Dia harus menggandeng lebih banyak dukungan agar Kecamatan Sikakap bisa menjadi Kecamatan yang Bebas Asap Rokok.


Aksi pungut puntung rokok memperingati Hari Sampah Sedunia pada tahun 2016 mengawali aksinya mendukung FCTC untuk Indonesia. Diikuti dengan berbagai kegiatan lainnya seperti edukasi rutin dampak rokok di sekolah-sekolah, melakukan advokasi dan menjalin jejaring dengan lintas sektoral, memperingati Hari Kesehatan Nasional bersama Puskesmas, mengadakan perlombaan cerdas cermat dan promosi kesehatan seputar bahaya rokok.


Tak sampai disitu, upaya yang dilakukan Yori untuk menyadarkan generasi muda adalah dengan pagelaran wayang FCTC Warrior yang disebut dengan Petualangan 365 Hari FCTC Warrior dan diselenggarakan di 25 kota. Kegiatan ini merupakan bentuk komitmen dari 40 anak muda di Indonesia yang mengatasnamakan FCTC Warrior dan secara tegas menolak segala upaya industri rokok menargetkan anak-anak sebagai perokok pemula.


Pesan yang ingin ditampilkan dalam kegiatan ini yaitu untuk membuktikan bahwa industri rokok menerapkan berbagai macam cara menargetkan anak-anak sebagai perokok pemula dan ketika anak-anak sudah menyadari upaya jahat tersebut maka mereka harus bertindak melawan dan melindungi anak-anak lainnya dari tipu daya industri rokok. Salah satu upaya industri rokok yang sangat jelas menargetkan anak-anak yaitu dengan beriklan di tempat-tempat yang banyak aktifitas anak-anak seperti sekolah, taman, cafe dan lain-lain.

Yori dengan wayangnya sebagai media kampanye anti rokok. (Foto : MentawaiKita/Suntoro)

Tentu saja kita patut angkat topi atas perjuangan Yori. Berharap akan semakin banyak yori-yori yang peduli masa depan generasinya.

***

Indonesia Surganya Perokok


TIDAK ADA BATAS AMAN BAGI ORANG YANG TERPAPAR ASAP ROKOK. Perokok pasif, mereka tidak merokok tetapi ada disekitar (dalam jangkauan) asap rokok. Efek yang ditimbulkan bahkan 3 kali lebih berbahaya dari pada perokok aktif. Bahaya kandungan rokok bisa dilihat dari banyaknya senyawa yang ada di dalam rokok. Di dalam asapnya saja, setidaknya ada sekitar 5.000 senyawa berbeda dan sebagian bersifat racun bagi tubuh. Kandungan tersebut berasal dari bahan baku utama rokok, yaitu tembakau. Selain itu, bahan pewarna yang biasa dipakai untuk membuat tampilan rokok lebih menarik, dapat memperbesar potensi racun dari rokok. 


Sebagai gambaran, racun utama pada rokok adalah Nikotin, Tar dan Karbon Monoksida (CO).  Nikotin adalah zat adiktif (menimbulkan candu) yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah. Zat ini mampu memicu kanker paru-paru yang mematikan.  Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru. Karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen.


Berbagai bukti ilmiah juga menyatakan bahwa perilaku merokok merupakan salah satu faktor risiko yang menyebabkan kesakitan dan kematian akibat Penyakit Tidak Menular: jantung koroner, hipertensi, stroke, gangguan pernapasan dan kanker, impotensi, gangguan kehamilan dan janin. Belum lagi beban biaya yang harus ditanggung akibat rokok, tentu amat sangat riskan dan tak sebanding dengan harga rokok. 


Mirisnya, Indonesia justeru disebut-sebut syurga jannatunnai’im (meminjam istilah penyair Taufiq Ismail) bagi industri rokok. Harga rokok di Indonesia adalah termurah di dunia, semurah permen. Bahkan bisa dijual ketengan pula. Hal ini dipicu oleh cukai rokok di Indonesia yang juga terendah di dunia. Harga dan cukai rendah itu, masih ditopang dengan pola penjualan rokok yang amat bebas, tanpa ada pengaturan dan kendali sama sekali. Menjual rokok sama dan sebangun dengan menjual sembako. Padahal rokok adalah barang yang dikenai cukai, yang seharusnya tidak bisa dijual secara bebas. 


Iklan dan promosi rokok pun mengepung dari segala penjuru, di dalam dan di luar rumah. Bahkan, seringkali iklan dan promosi rokok ini mengiringi berbagai acara dan kegiatan yang diikuti kalangan anak dan remaja. Dengan kekuatan visualnya, iklan-iklan ini menyampaikan pesan perokok sebagai sosok yang keren, berani, percaya diri, kreatif dan setia kawan. Sangat mudah menggiring anak dan remaja, yang tengah mencari jati diri, untuk menjadi perokok pemula.


Tak heran, fenomena puncak gunung es perokok anak di luar sana yang masih luput dari perhatian publik. Perokok belia tersebut tak sungkan merokok di tempat umum, bahkan di rumah sendiri. Lingkungan tumbuh kembang anak saat ini memang cenderung mengondisikan bahwa perilaku merokok itu sebagai hal yang lumrah. Pengaruh inisiasi merokok di kalangan anak dan remaja itu muncul dari lingkungan sekitar, mulai dari teman sepermainan, tetangga, kakak atau saudara, bahkan ironisnya, dari orang tua sendiri.


Data Global Youth Tobacco Survey (GYTS) pada 2019, misalnya, menunjukkan masih tingginya remaja 13-15 tahun di Indonesia yang terpapar iklan dan promosi rokok di berbagai media, seperti televisi (65,2 persen), tempat penjualan (65,2 persen), media luar ruang (60,9 persen), dan media sosial dan internet (36,2 persen). Penjualan rokok batangan juga meningkatkan keterjangkauan dan aksesibilitas rokok bagi anak. Harga rokok satuan jauh lebih murah dibandingkan dengan harga rokok per bungkus, sehingga anak-anak dapat dengan mudah membeli rokok.


Hari tanpa tembakau sedunia yang diperingati setiap tanggal 31 Mei (Wolrd no Tobacco Day) merupakan bentuk pengingat kepada seluruh publik tentang bahaya penggunaan tembakau, praktik bisnis perusahaan tembakau hingga hak seluruh warga dunia untuk mengklaim kesehatan dan hidup sehat serta melindungi generasi masa depan. 


Saat itu, WHO mendeklarasikan 7 April 1988 sebagai Hari Tidak Merokok Sedunia. Tanggal tersebut ditetapkan untuk memperingati 40 tahun kelahiran WHO di Jenewa, Swiss, pada 7 April 1948. Kemudian diadopsi oleh Majelis Kesehatan Dunia pada tahun 1988. Merekalah yang memperkenalkan Hari Tanpa Tembakau Sedunia.


Masih dalam rangka Hari Tanpa Tembakau. Menurut catatan dari WHO, dampak berbahaya dari industri tembakau terhadap lingkungan bersifat luas. Berikut ini beberapa fakta yang dikeluarkan oleh pihak WHO terkait dampak industri tembakau bagi lingkungan: 600 juta pohon ditebang untuk membuat rokok; 84 juta ton emisi CO2 yang dilepaskan ke udara meningkatkan suhu global; 22 miliar ton air digunakan untuk membuat rokok; Tembakau membunuh lebih dari 8 juta orang setiap tahun.


Hal tersebut diperkuat laporan dari The Ocean Conservancy yang setiap tahun mensponsori International Coastal Cleanup (ICC), kegiatan bersih-bersih badan air di seluruh dunia. Dalam 25 tahun terakhir, relawan ICC mengumpulkan sekitar 53 juta puntung rokok. Sedangkan pada 2019, ditemukan 33,760 batang rokok di perairan Indonesia pada kegiatan The Beach and Beyond 2019.


Kesimpulannya, mengurangi konsumsi rokok dapat menjadi pengungkit utama untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs), bukan hanya yang terkait langsung dengan kesehatan, namun juga melindungi lingkungan hidup.


Darurat Perokok Anak


Rokok merupakan bahaya laten bagi anak, yang dapat merenggut kesehatan anak di masa depan. Dampak konsumsi rokok baru akan dirasakan 15-20 tahun mendatang, saat anak-anak mencapai usia produktif. Selain itu, anak merupakan kelompok rentan yang menjadi perokok pasif dan memiliki risiko yang juga berbahaya seperti perokok aktif.



Ketua Umum Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Seto Mulyadi atau kak Seto turut mengungkapkan kekhawatirannya terhadap bahaya rokok pada anak. Kak Seto mengatakan, Indonesia sudah pada kondisi darurat perokok anak karena prevalensi perokok anak terus meningkat di saat pemerintah menargetkan untuk menurunkannya. Anak-anak menjadi sasaran eksploitasi oleh industri rokok untuk menjadi konsumen jangka panjang mereka. Semakin dini usia perokok, maka keuntungan industri rokok akan semakin besar.


Masih menurut Kak Seto, anak merokok diawali dari melihat perokok serta iklan, promosi, dan sponsor rokok. Anak belajar dengan melihat dan mengamati lingkungan di sekitarnya. Dengan melihat orang merokok, iklan, promosi, dan sponsor rokok; anak bisa melakukan hal yang sama.


Berdasar data Riskesdas 2018, 9,1 persen anak Indonesia adalah perokok. Yang lebih memprihatinkan, 23 persen anak-anak tersebut mulai merokok pada usia dini antara 10-14 tahun. Belum cukup di situ, sebagian anak-anak (0,4 persen) bahkan sudah mencoba rokok pada usia 5-9 tahun, sehingga tak heran Indonesia mendapat julukan baby smoker country. Susah rasanya membayangkan anak usia 5 tahun mengakrabi rokok, tapi realitas ganjil tersebut sungguh terjadi di republik tercinta ini.


Permasalahan perokok anak juga berkaitan dengan intergenerasional toxic masculinity, artinya toxic masculinity yang diturunkan secara turun temurun dalam masyarakat kita. Dengan merokok, laki-laki dianggap lebih jantan, lebih kuat, lebih hebat, lebih bisa bekerja keras, dan sebagai bentuk penerimaan sosial. Dampaknya, anak mulai merokok karena mencontoh orang dewasa dan ingin dipandang sebagai lelaki maskulin.


Toxic masculinity yang ditransmisikan intergenerasional melalui aktivitas sosial, budaya, dan kehidupan sehari-hari, telah turut pula menormalkan perilaku merokok pada anak. Hal ini terjadi karena masifnya iklan dan promosi rokok di tengah-tengah kehidupan kita. Khususnya bagi anak dan remaja, iklan dan promosi rokok membanjiri setiap lini kehidupan mereka, misalnya, dengan jargon-jargon yang dianggap keren. Juga, pada konser musik yang mereka datangi yang bertaburan banner dan promosi rokok karena acara tersebut disponsori perusahaan rokok. Dalam beberapa kasus, pelajar SMP dan SMA yang akan mengadakan kegiatan pentas seni di sekolah pun bisa dengan mudah mendapatkan sponsor dari perusahaan rokok.


Sehingga, toxic masculinity yang mereka lihat, lalu mereka resapi pengalamannya, dan “dibenarkan” oleh masyarakat sekitarnya, membuat rokok di mata anak dan remaja sebagai produk yang normal. Perlahan-lahan mereka mulai menerima rokok menjadi bagian dari hidupnya.


Ikatan Dokter Anak Indonesia juga menyampaikan semakin muda seseorang merokok, tingkat adiksi rokok akan semakin tinggi, sehingga sulit bagi anak berhenti merokok. Kecanduan ini akan mempengaruhi seseorang dalam kehidupan sosial ekonomi, salah satunya ketika kelak mereka membangun keluarga, pengeluaran yang terbesar adalah untuk membeli rokok, mengalahkan makanan bernutrisi.


Mengingatkan kembali momentum Hari Tanpa Tembakau Sedunia (HTTS) tahun 2020, “Cegah anak dan remaja Indonesia dari “BUJUKAN” rokok” sejatinya mengingatkan kesadaran masyarakat terutama generasi muda untuk tau, mau dan mampu tolak bujukan rokok.


Pesan utama dari HTTS Tahun 2020 adalah :


  1. Anak – anak dan remaja adalah target utama “bujukan” rokok
  2. Waspada! “bujukan” rokok dapat melakukan berbagai taktik untuk menjerat anak dan remaja sebagai perokok
  3. Rokok terus berinovasi dalam produknya untuk menarik minat kaum muda, misalnya produk tembakau yang dipanaskan
  4. Anak – anak dan remaja perlu dilindungi dari paparan dan pengaruh rokok melalui peraturan yang lebih kuat dan reprehensive
  5. Perokok lebih rentan terinfeksi COVID-19 dan dapat meningkatkan keparahan COVID-19
  6. Berhenti merokok sekarang dan selamanya. Lindungi paru – paru anda


Indonesia sudah memiliki regulasi PP 109/2012 tentang Pengamanan Zat Mengandung Adiktif Produk Tembakau untuk Kesehatan. Namun setelah 10 tahun diberlakukan, implementasi regulasi ini masih gagal melindungi anak, dengan melihat fakta bahwa semakin meningkatnya perokok anak. Regulasi secara jelas menyebutkan adanya larangan menjual rokok kepada anak dan larangan menyuruh anak membeli rokok, namun kebijakan ini memposisikan anak sebagai passive agent, dengan anak dianggap tidak mampu mengakses rokok. Faktanya, anak masih mudah membeli rokok—dengan banyak orang tua masih menyuruh anaknya membeli rokok.


Di sisi lain, PP 109/2012 yang seharusnya menjadi payung melindungi anak untuk menjadi perokok ternyata masih bocor karena belum mengatur faktor-faktor yang mempengaruhi perokok anak, yaitu normalisasi dan toxic masculinity rokok melalui iklan, promosi dan sponsor rokok, penjualan rokok batangan, dan kemudahan membeli rokok oleh anak. Jika hal ini terus berlanjut, Indonesia akan terus menjadi surga bagi perokok.


Commit to Quit


Remaja secara khusus rentan terhadap pengaruh teman dan lingkungan yang membuat mereka tergoda untuk merokok. Saat sekarang ini, di seluruh dunia, menurut data WHO terdapat sekitar 780 juta orang yang menyatakan ingin berhenti merokok, tetapi hanya 30 persen di antara mereka yang punya akses kepada sarana-sarana mengatasi kecanduan fisik dan psikis terhadap tembakau.


Menanggapi situasi ini, WHO meluncurkan kampanye global baru “Commit to Quit” (Komitmen Berhenti Merokok) untuk mendukung 100 juta orang berhenti mengonsumsi tembakau melalui berbagai prakarsa dan solusi digital.



Kampanye, "Commit to Quit" juga perlu dimaknai bukan hanya berhenti dari rokok konvensional, tapi juga produk rokok jenis baru, yaitu rokok elektrik baik berbentuk vape (electronic nicotine delivery system) maupun rokok yang dipanaskan (heated tobacco product) yang punya dampak yang sama.


Di Indonesia, kampanye ini diterjemahkan ke dalam konteks lokal oleh UNICEF, yang kemudian meluncurkan prakarsa #KerenGakSih di media sosial. Prakarsa ini hendak mengubah sikap sosial terhadap merokok dan menjadikan keputusan berhenti merokok sebagai aksi yang keren di kalangan remaja. 



Hal tersebut turut membawa perubahan besar di bidang promosi kesehatan. Saat ini, promosi kesehatan digital sepatutnya dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat secara lebih optimal. Platform digital menjadi sarana baru untuk melakukan promosi dan komunikasi kesehatan. Tidak hanya sekedar sarana untuk mencari informasi kesehatan, namun juga sarana berinteraksi, misalnya dengan orang lain yang memiliki masalah kesehatan serupa. Selain mendapat informasi tambahan, pengguna juga memperoleh dukungan sosial untuk meningkatkan kualitas kesehatannya.


Yang tak boleh dilupakan. Efek teman sebaya pun berhubungan secara positif meningkatkan peluang remaja dan anak menjadi perokok, maka diperlukan upaya terpadu dan menyeluruh dalam mempengaruhi social cognitive behaviour mereka (misalnya: program kampanye anti rokok di sekolah-sekolah, pelarangan iklan rokok di sekitar sekolah)





Kesimpulan


Tantangan dalam menghentikan penggunaan tembakau atau rokok perlu dilakukan bersama-sama oleh setiap anggota masyarakat, yakni dengan menjalankan pola hidup sehat, serta melalui komitmen individu dan dukungan lingkungan.


Selain untuk membangun generasi penerus yang berkualitas, upaya-upaya tersebut turut mendukung hak anak untuk memperoleh masa kecil yang bahagia. Masa kecil yang bahagia akan hadir saat anak dalam kondisi sehat dengan pemenuhan gizi yang mendukung tumbuh kembang serta lingkungan terbebas dari penularan penyakit.




***

AYO CEGAH ANAK KITA DARI ROKOK

Hari Tanpa Tembakau Sedunia 2022

Hari Tanpa Tembakau Sedunia: 600 Ribu Perokok Pasif Meninggal Setiap Tahun

Refleksi Hari Anak Nasional 2022: Kesalahan-kesalahan Kita yang Membuat Perokok Anak Tumbuh Subur

SAMPAI ANAK MENTAWAI BISA BEBAS DARI CENGKERAMAN ROKOK, KAMI TAK AKAN MENYERAH!

Wayang FCTC Warior Kampanye Anti Rokok











Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.