Koperasi Indonesia,Saatnya Cerdas Membaca Arah Zaman

Apabila partai politik membawa orang berpisah menurut ideologi dan keyakinan politik maka koperasi membawa orang bersatu dalam membela cita-cita kemakmuran bersama (M.Hatta)

Menjadi dilema sendiri ketika lembaga keuangan mikro dihadapkan pada persoalan permodalan. Begitulah yang saya rasakan ketika bekerja di sebuah instansi koperasi beberapa tahun silam. Koperasi yang mengkhususkan untuk pengembangan modal usaha pedagang, pelan namun pasti mulai mendapatkan tempat dihati masyarakat. Menerapkan sistem sederhana koperasi ini menjadi oase para pelaku ekonomi kecil selepas kebakaran hebat melanda pasar di selatan kota Malang. 

Namun dalam perjalannya tak semulus tekad yang didengungkan pengelola. Masalah permodalan menjadi batu sandungan yang cukup pelik. Beberapa bank konvensional yang konon menjadi mitra KSP nyatanya hanya manis dibibir. Bunga yang cukup tinggi membuat kami harus menimbang ulang untuk bermitra dengan mereka yang telah bermetaformosis sebagai lembaga syariah. Tak cukup sampai disitu. Belum adanya kesadaran dari anggota untuk menggunakan sebaik-baik pinjaman sebagai modal usaha, namun faktanya tak sedikit yang terpakai untuk kepentingan pribadi. Hingga satu ketika sebuah bank konvensional menawarkan iming-iming bantuan kredit yang cukup menggiurkan. Alhasil, tak hanya mangkir dari pembayaran kredit koperasi. Justeru sebaliknya, para pelaku usaha kecil itu banyak yang terperdaya dan terpaksa gulung tikar, karena tak mampu mengembalikan modal pinjaman beserta bunganya.

Koperasi tidak hanya merupakan satu-satunya bentuk perusahaan yang secara konstitusional dinyatakan sesuai dengan susunan perekonomian yang hendak dibangun oleh bangsa, tetapi juga dinyatakan sebagai soko guru perekonomian nasional. Koperasi dipilih sebagai tulang punggung perekonomian nasional karena sangat cocok untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi ekonomi rakyat serta mewujudkan kehidupan demokrasi ekonomi yang berciri demokratis, otonom, partisipatif, terbuka dan berwatak sosial. Oleh karena itu pembangunan Koperasi diarahkan agar memiliki kemampuan menjadi badan usaha yang efisien dan menjadi gerakan ekonomi yang tangguh dan berakar dalam masyarakat, makin mandiri dan mampu berperan di semua bidang usaha, serta memajukan kesejahteraan anggotanya.

Namun cita-cita tersebut tidak selamanya berjalan sesuai dengan yang direncanakan karena semakin tajamnya persaingan di dalam perekonomian berpengaruh terhadap perkembangan Koperasi. Hal ini didukung pula oleh kebijakan yang mengarah pada mekanisme pasar, sebagai akibat berlakunya sistem liberalisasi ekonomi yang kurang menguntungkan bagi Koperasi khususnya KSP. Sementara peran strategis negara untuk mewujudkan ideologi ekonomi berbasis koperasi tidak secara nyata dan signifikan memberikan hak sosial ekonomi rakyat berupa kemakmuran. Permasalahan lainnya adalah kepastian usaha, segmentasi pasar, dan daya dukung organisasi yang sangat lemah. Percepatan usaha yang dimiliki berjalan lamban, dan kurang mampu bersaing di pasar, baik pasar lokal, regional, dan nasional apalagi pasar internasional.

Di satu sisi, pertumbuhan jumlah koperasi cukup menggembirakan meski bergerak lambat. gembar-gembor berbagai simbol ekonomi baru masa kini, seperti bank, lembaga gadai, bahkan lembaga simpan pinjam menyebabkan pamor koperasi kian terbatas. Ekspansi koperasi untuk tampil lebih agresif dan menjadi besar juga tak terlihat. Banyak usaha rakyat terutama pertanian dan peternakan dianggap belum berjalan dengan efektif di tengah keberadaan koperasi. Akibatnya, secara umum publik menilai kinerja koperasi saat ini belum cukup memuaskan.


www.depkop.go.id

Kabar baiknya, di balik pertumbuhan yang lambat, modal yang dikelola koperasi tampak melonjak setiap tahun. Hal ini membuktikan koperasi menjadi salah satu alternatif ekonomi yang semakin besar di tengah kemandekan pertumbuhan anggota. 


www.depkop.go.id

Secara de facto, harus diakui sosok peran koperasi memang masih tertinggal. Kedudukan koperasi terstruktur dalam posisi yang marginal dan terbelenggu oleh berbagai masalah internal yang melemahkan seperti modal usaha dan kurangnya tenaga professional. disisi lain, pesatnya pengaruh globalisasi pasar bebas ekonomi dunia telah menggiring perekonomian Indonesia ke arus kapitalisme yang menggurita, dan pada gilirannya kian menyulitkan posisi dan peran koperasi di zona ekonomi negeri ini. Padahal kalau kita pahami koperasi seharusnya justru sudah selangkah lebih maju dalam modelnya, bila dibandingkan dengan model perusahan lain. Koperasi itu sebagai perusahaan “go-public” yang tidak hanya telah membiarkan setiap orang untuk mengaksesnya. Sementara dalam kepemilikannya kalau dalam berbagai model perusahaan berbasiskan kapital baru menerapakan ESOP (employee Share Ownership Plan) atau kepemilikan saham dari para karyawan, di koperasi jangankan para karyawan, setiap konsumennya adalah pemilik jikalau mereka menghendakinya.

Hingga saat ini memang masih sulit di Indonesia untuk menemukan contoh-contoh koperasi yang ideal. Koperasi saat ini belum banyak mengangkat keunggulannya sebagai sebuah bangun perusahaan yang maju dan lebih progress di bandingkan dengan perusahaan yang berbasiskan pada modal. Kebanyakan dari koperasi kita menjalankan praktek-praktek yang tak ada bedanya dengan perusahaan yang berbasiskan modal. Koperasi menjadi seakan-akan milik dari para pengurusnya. Anggota pasif dan tak lebih hanya sebagai konsumen dan obyek saja. Koperasi dalam parameternya di ukur dalam model perusahaan profit motif.

Dari hasil jajak pendapat yang dilakukan Litbang Kompas, akhir Juni 2015, diketahui bahwa hanya 17 persen responden yang menjadi anggota koperasi berbagai jenis. Padahal, tingkat kepercayaan kepada lembaga ekonomi ini cukup tinggi. Lebih dari 70 persen responden percaya bahwa koperasi masih berguna dan memberikan harapan positif untuk mengembangkan kesejahteraan para anggotanya. Sayangnya persepsi positif tersebut tidak berlanjut menjadi tindakan melibatkan diri menjadi anggota koperasi. Sebagian besar responden sebenarnya optimistis terhadap peran koperasi di Indonesia. Responden meyakini keberadaan koperasi mampu meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Dalam situasi pengembangan perekonomian rakyat saat ini, koperasi dipercaya mampu membantu anggota agar usaha mereka dapat berjalan lebih lancar.

http://kopkuninstitute.org
Demi mencapai pertumbuhan koperasi yang sehat, berkualitas dan mandiri, Kementerian Koperasi dan UKM menempuh kebijakan Reformasi Total Koperasi. Gerakan ini diimplementasikan dengan tiga langkah strategis, yaitu Rehabilitasi, Reorientasi dan Pengembangan.

sumber : www. koperasi.net
Rehabilitasi merupakan  pembaharuan Organisasi Koperasi melalui Pemutakhiran Data dan Pembekuan/Pembubaran Koperasi. Langkah rehabilitasi diambil karena jumlah koperasi di Indonesia sangat banyak namun kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional rendah. Jumlah koperasi pada 2015 mencapai 212.135 unit namun setelah pemutakhiran data menunjukkan koperasi yang aktif hanya 150.223 unit dan sekitar 62.000 koperasi tidak aktif dibubarkan.

Reorientasi merupakan mengubah paradigma dari pendekatan Kuantitas menjadi Kualitas. Langkah ini ditempuh dengan mendorong koperasi berbasis IT sebagai bentuk efisiensi. Contohnya koperasi juga sudah dapat melakukan RAT secara Online. Melalui reformasi koperasi juga menekankan pada kualitas koperasi bukan pada jumlah atau banyaknya koperasi.

Pengembangan merupakan bentuk kebijakan reformasi koperasi yang bertahap dan terukur. Dalam hal ini, pembenahan regulasi, meningkatkan akses pembiayaan  dan fokus pada koperasi berbasis ekspor.

Masa Depan Koperasi

Esensi globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas yang sedang berlangsung saat ini dan di masa depan adalah semakin menghilangnya segala macam hambatan terhadap kegiatan ekonomi antar negara dan perdagangan internasional. Di negara maju koperasi lahir dan tetap ada karena satu hal, yakni adanya distorsi pasar yang membuat sekelompok petani atau produsen kecil secara individu tidak akan mampu menembus atau bermain di pasar secara optimal. Oleh karena itu, mereka melakukan suatu kerjasama yang dilembagakan secara resmi dalam bentuk suatu koperasi. Demikian juga lahirnya koperasi simpan pinjam atau kredit. Karena banyak masyarakat tidak mampu mendapatkan pinjaman dari bank komersial konvensional, maka koperasi kredit menjadi suatu alternatif.

Apakah lembaga yang namanya koperasi bisa survive atau bisa bersaing di era globalisasi ekonomi dan liberalisasi perdagangan dunia? Apakah koperasi masih relevan atau masih dibutuhkan masyarakat, khususnya pelaku bisnis dalam era modern sekarang ini? Jawabnya: ya. Buktinya bisa dilihat di banyak negara maju. di Belanda, misalnya, Rabbo Bank adalah bank milik koperasi, yang pada awal dekade 20-an merupakan bank ketiga terbesar dan konon bank ke 13 terbesar di dunia. Di AS, 90% lebih distribusi listrik desa dikuasai oleh koperasi. Di Kanada, koperasi pertanian mendirikan industri pupuk dan pengeboran minyak bumi. Di negara-negara Skandinavia, koperasi menjadi soko guru perekonomian. Di Jerman, bank koperasi Raifaissen sangat maju dan penting peranannya, dengan kantor-kantor cabangnya di kota maupun desa. Dan banyak lagi contoh lain.

Tema ”Revolusi Pengelolaan Koperasi menuju Kemandirian Ekonomi Rakyat” sangatlah tepat di usia ke-61 tahun gerakan koperasi di Indonesia, mengingat koperasi masih tertinggal jauh bila dibanding soko guru ekonomi yang lain, yaitu swasta.  Di tengah derasnya persaingan dalam dunia usaha, teknologi yang semakin canggih, serta informasi yang semakin kompleks, penanganan koperasi secara tradisional rasanya sudah tidak relevan lagi karena hanya akan menghambat perkembangan koperasi. Oleh karena itu perlu adanya pengembangan dari manajemen tradisional yang dijalankan oleh koperasi agar lebih professional.  Pemberdayaan Koperasi secara terstruktur dan berkelanjutan diharapkan akan mampu menyelaraskan struktur perekonomian nasional, mempercepat pertumbuhan ekonomi nasional, mengurangi kemiskinan, mendinamisasi sektor riil, dan memperbaiki pemerataan pendapatan masyarakat.

Merujuk penjelasan Pasal 5 ayat (1) huruf e Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian – mengandung pengertian ekonomi rakyat yang dapat berdiri sendiri, tanpa bergantung pada pihak lain yang dilandasi oleh kepercayaan kepada pertimbangan, keputusan, kemampuan, dan usaha sendiri. Dalam kemandirian terkandung pula pengertian kebebasan yang bertanggung jawab, otonomi, swadaya, berani mempertanggungjawabkan perbuatan sendiri, dan kehendak untuk mengelola diri sendiri.

Oleh karena itu perlu adanya pengembangan dari manajemen tradisional yang dijalankan oleh koperasi agar lebih professional. Penerapan manajemen kualitas perlu dilakukan dalam perkoperasian. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu : peningkatan partisipasi anggota, informasi pasar, peningkatan strategi pemasaran, peningkatan produktivitas dengan penggunaan faktor produksi secara efektif, komunikasi dengan alat modern, aliran informasi yang lancar, dan penggunaan teknologi yang tepat guna.

Kesimpualnnya :
1. Koperasi akan eksis jika terdapat kebutuhan kolektif untuk memperbaiki ekonomi secara mandiri. Masyarakat yang sadar akan kebutuhannya untuk memperbaiki diri meningkatkan kesejahteraannya atau mengembangkan diri secara mandiri merupakan prasyarat keberadaan koperasi.
2. Koperasi akan berkembang jika terdapat kebebasan (independen) dan otonomi untuk berorganisasi serta pemahaman nilai-nilai koperasi oleh pengurus
3. Koperasi akan semakin dirasakan peran dan manfaatnya bagi anggota dan masyarakat pada umumnya jika terdapat kesadaran dan kejelasan dalam hal keanggotaan koperasi. 

Referensi : 




 
 
 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.