Meletakkan Landasan Transformasi Perkeretaapian Nasional Yang Berinovasi, Berintegrasi Dan Berdaya Saing
Saat ini Pemerintah Indonesia telah menargetkan
penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 26% dari kondisi Business as Usual yang
dicapai pada tahun 2020 tanpa bantuan negara lain dan sebesar 41% bila
memperoleh bantuan dari negara lain. Pernyataan tersebut dikemukakan oleh
Presiden RI pada pertemuan G-20 di Pittsburgh-USA pada 25 September 2009,
dimana pernyataan tersebut merupakan pernyataan Non-Binding Commitment karena
Indonesia bukan merupakan negara annex 1. Faktanya, Sektor transportasi
mengkonsumsi sekitar 20% dari total konsumsi energi final nasional. Hampir
seluruh energi yang dipakai di sektor transportasi (97% dari total sektor
transportasi) menggunakan bahan bakar minyak (BBM).
Sistem kereta api yang direvitalisasi merupakan komponen dalam semua upaya untuk menanggulangi keadaan yang ada sekarang.
Jaringan jalan raya saja tidak dapat diandalkan untuk transportasi barang dan
penumpang di masa yang akan datang. Indonesia perlu membangun prasarana,
industri, dan layanan perkeretaapian sejauh kereta dapat bersaing secara wajar
dengan jalan raya. Dilihat dari daya angkut dan kehandalannya kereta api
memegang peran utama khususnya untuk perjalanan-perjalanan yang sifatnya
komuter (kereta api perkotaan), karena layanan ini sangat membutuhkan ketepatan
waktu, dimana kereta api sangat dapat diandalkan (reliable). Kompetitor utama
layanan moda ini untuk jarak yang sangat jauh adalah pesawat udara dan kapal
yang memiliki jangkauan lebih luas dibandingkan kereta api yang terbatas dalam
satu pulau yang sama.
Sementara dari segi biaya, kereta api berpotensi untuk
menjadi sangat bersaing, dan juga menarik dari sudut pandang efisiensi
penggunaan energi, tingkat kebisingan, emisi CO2, dan pertimbangan lingkungan
hidup lain. Sebab itu sangat wajar apabila perkeretaapian dijagokan sebagai
tulang punggung sistem transportasi multimoda yang sehat secara ekonomis di
Indonesia. Dengan keberadaan dan meluasnya angkutan jalan raya, peran kereta
api mengalami evolusi seiring dengan terjadinya perubahan fundamental dalam
pola lokasi industri, kegiatan, dan tempat hunian.
Jika dilihat lebih mendetail, kualitas infrastruktur
kereta api semakin meningkat sejak tahun 2009. Namun, peringkat Indonesia
(berada pada posisi ke-52) masih jauh dibawah Singapura (berada pada posisi
ke-7) dan Malaysia (berada pada posisi ke-18). Masih kurang baiknya kualitas
infrastruktur kereta api, salah satunya disebabkan kurang optimalnya
infrastruktur dalam meningkatkan daya saing perekonomian nasional dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat secara merata terutama disebabkan oleh
permasalahan ketersediaan dan pemeliharaan. Hal ini disebabkan oleh
kelembagaan, sumberdaya manusia, dan terbatasnya kemampuan pembiayaan
pemerintah. Pada saat ini banyak lembaga yang terkait dengan pengelolaan
infrastruktur sehingga menyulitkan koordinasi, sedangkan kualitas sumber daya
manusia masih rendah. Sementara itu, terkait dengan pembiayaan, investasi
infrastruktur saat ini masih jauh dari kebutuhan investasi.
Sejalan dengan fokus kegiatan sektor perkeretaapian
nasional (1) Mempertahankan Standar Pelayanan Minimal, (2) Optimalisasi dan
pemulihan kondisi jaringan, (3) Peningkatan kapasitas lintas dan pengembangan
jaringan baru, (4) Pengembangan regulasi dan kelembagaan, (5) Pengembangan SDM
dan Teknologi Perkeretaapian, Undang-Undang (UU) no. 23/2007 tentang
Perkeretaapian berikut Peraturan Pemerintah no. 56/2009 dan no. 72/2009 telah
membuka jalan untuk melakukan pembangunan perkeretaapian secara besar-besaran
dan cepat. Dengan berakhirnya monopoli pemerintah maka perkeretaapian Indonesia
dapat dikembangkan bersama oleh Pemerintah Indonesia, Badan Usaha Milik Negara
(BUMN), pemerintah daerah, dan sektor swasta. Idealnya ini akan menempatkan
kereta api dalam arus utama ekonomi, meningkatkan pangsa pasar moda kereta api
dalam volume angkutan barang, memodernkan industri dan layanan kereta api, dan
meningkatkan jangkauan perannya sebagai tulang punggung sistem logistik dan
distribusi dalam perekonomian Indonesia di masa yang akan datang.
Untuk bisa mengembalikan
atau memindahkan beban transportasi dari jalan raya keatas rel kereta api, pembuat
kebijakan negara harus terlebih dahulu mengubah citra kereta api sebagai suatu
sarana aman, nyaman, modern, efisien, dan murah. Diperlukan kampanye untuk
memasyarakatkan kereta api sebagai suatu tren/gaya hidup modern dalam
mengimbangi budaya pamer yang erat dalam motif kepemilikan kendaraan bermotor
mewah,disamping penerapan pajak mobil yang tinggi dan penyadaran masyarakat
tentang sarana transportasi yang ramah lingkungan. Guna memberikan layanan
transportasi yang menyeluruh kepada masyarakat maka layanan moda ini harus
terintegrasi dengan layanan moda lain, misalnya dengan moda udara, darat
(transportasi perkotaan) dan air/laut. Bentuk-bentuk layanan ini akan terus
dikembangkan pada masa yang akan datang, sehingga layanan kereta api tidak lagi
identik dengan perjalanan antar kota, tetapi akan semakin berkembang menjadi
layanan airport railway, urban transport railway dan port railway.
Disisi lain, Perkeretaapian Indonesia saat ini masih
banyak menggunakan teknologi yang disesuaikan dengan teknologi lama yang sudah
terpasang, yaitu teknologi pada jaman Belanda. Teknologi lama ini dalam
penyelenggaraannya sangat mahal (in-efisiensi) untuk itu perlu dilakukan
modernisasi secara menyeluruh terhadap prasarana dan sarananya yang harmonis
dengan perkembangan teknologi perkeretaapian di dunia. Konsep yang dikedepankan
adalah meletakkan peralatan dan sarana modern di atas prasarana lama yang
ditingkatkan, sehingga layanan yang muncul adalah layanan kereta api dengan
kecepatan lebih tinggi dan modern yang berkualitas. Pada teknologi modern
perkeretaapian juga berkembang teknologi sistem kendali operasi bahkan
teknologi tanpa awak, serta teknologi modern yang memungkinkan penggunaan
berbagai alternatif sumber energi untuk pengoperasiannya (teknologi hibrida). Dalam
konteks alih Teknologi kedepan (2030), arah yang akan di tuju adalah:“teknologi
modern yang mampu mewujudkan penyelenggaraan perkeretaapian nasional yang
efektif, efisien dan ramah lingkungan, didukung oleh penguasaan teknologi yang
diwujudkan dengan dukungan industri nasional” Pada pelaksanaannya,
pengembangan teknologi dimasa mendatang akan selalu bersinggungan dengan
isu-isu keselamatan, efisiensi energi dan emisi yang ditimbulkan dengan
memperhatikan keunggulan riset dan kualitas SDM yang unggul.
Selanjutnya adalah upaya Pengembangan “Safety
Management System” dalam penyelenggaraan perkeretaapian. Pengembangan sistem
keselamatan terpadu dengan mengedepankan aspek preventif dan aspek tanggap
darurat. Kegiatan preventif membutuhkan waktu dan biaya yang lebih lama dan
bersifat kompleks dibanding kuratif. Preventif tidak hanya bertujuan tidak
terjadi kecelakaan tetapi bagaimana mewujudkan lingkungan yang selamat pada
penyelenggaraan perkeretaapian nasional.
Aspek tanggap darurat dikembangkan selektif mungkin
dengan cara mudah diakses dan sangat responsif Mendorong “Security Awareness ”
kepada masyarakat; Masyarakat wajib ikut serta menjaga ketertiban, keamanan,
dan keselamatan. Kesadaran masyarakat atas keselamatan dan keamanan sangat
diperlukan untuk mencegah adanya tindakan atau perilaku yang dapat membahayakan
keselamatan dan keamanan operasional kereta api. Guna menciptakan kesadaran
atas nilai - nilai selamat dan aman perlu diberikan sosialisasi mengenai security awareness kepada masyarakat
yang terkait perkeretaapian.
Namun demikian, rasanya belum lengkap tanpa sedikitpun
menyebut bahwa layanan kereta api perkotaan juga patut mendapat perhatian para
pembuat kebijakan. Kota-kota di Indonesia, khususnya di Jawa telah mengalami
urbanisasi luar biasa. Mobilitas urban akan menderita tanpa adanya pembangunan
sistem transit cepat. Menghidupkan kembali kereta api perkotaan termasuk salah
satu program investasi primer yang tercantum dalam rancangan Rencana Induk
Perkeretaapian baru. Dalam ranah ini, diperlukan agenda substansial yang rinci
yang mencakup kebijakan, investasi dan pendanaan, dan skema-skema implementasi
untuk membalikkan kemerosotan sistem transit perkotaan dan menghidupkan kembali
kota-kota.
Sebagai kesimpulan, perkeretaapian Indonesia saatnya
bertransformasi besar-besaran dalam beberapa dasawarsa yang akan datang seraya
negara ini meninggalkan ketergantungan yang terlalu berat pada transportasi
jalan raya. Namun demikian, untuk mencapai transformasi ini diperlukan waktu
yang cukup lama, dan semua aspek dalam kerangka kerja hukum,perencanaan, dan
peraturan harus dikoordinasikan agar menjadi upaya bersama demi mewujudkan visi
perkeretaapian nasional yang berdaya saing, berintegrasi, berteknologi,
bersinergi dengan industri, terjangkau dan mampu menjawab tantangan
perkembangan”
Referensi :
Jurnal Prakarsa Infrastruktur Indonesia
KAJIAN EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR TRANSPORTASI
Referensi :
Jurnal Prakarsa Infrastruktur Indonesia
KAJIAN EMISI GAS RUMAH KACA SEKTOR TRANSPORTASI
Leave a Comment