Meretas Masa Depan Generasi Emas Indonesia Berawal Dari Pembangunan Keluarga Berkualitas


10 Gambar Kartun Keluarga Bahagia

Tak terasa air mataku menitik melihat potret anak-anak tak berdosa yang terpapar jiwa radikalisme dari orang tuanya. Kasus bom yang mengguncang Surabaya beberapa waktu lalu menyeret bocah-bocah belia yang seharusnya tengah syahdu menikmati indahnya dunia. Mereka harus rela masa depannya terenggut paksa dengan cara tak manusiawi. Sejatinya mereka adalah generasi emas. Generasi yang kelak menjadi permata negeri. Mereka anak pertiwi, penerus cita-cita luhur para pahlawan yang dengan rela hati mengorbankan jiwa raga semata-mata demi kemerdekaan negeri ini, bukan dengan ambisi yang sudah ternodai oleh ideologi sesat. Orang tua yang sejatinya menjadi mitra paling nyaman untuk mengenal kehidupan, justeru menyasar kepolosan mereka demi mengejar ambisi akherat yang tak jelas dalilnya. 

Kenapa harus anak-anak? karena keluarga menjadi unit utama dalam pengembangan sosial dan psikologis individu melalui proses sosialisasi. Kegiatan sehari-hari seperti mendiskusikan jihadisme dan politik, menonton video ekstremis bersama, berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan pasangan dan orang tua, dan lain-lain dapat membentuk ideologi tersebut. Mereka mungkin tidak mempertanyakannya, karena mereka memercayai orang tua mereka. Anak-anak melihat apa yang terjadi sebagai sesuatu yang biasa dan umum terjadi dalam keluarga. Anak-anak juga meniru bagaimana orang tua mengekspresikan komitmen dan kesetiaan mereka terhadap ideologi atau organisasi setiap hari. Anak akan memperlihatkan “kesetiaan” yang akan mereka berikan pada seseorang atau sesuatu seperti ideologi, pemimpin atau organisasi, dan lain-lain, terbentuk dengan cara ini. Loyalitas semacam ini tidak serta-merta muncul. Hal ini merupakan hasil penanaman nilai orang tua kepada anak-anak mereka dalam bentuk ide, norma, kebiasaan, dan metode. 

Warning bagi orang tua. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendokumentasikan hasil beberapa survei yang menyatakan anak-anak Indonesia rentan terpapar radikalisme. Seperti dirilis harian online republika Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti mengatakan, hasil survei mengungkap anak-anak sekolah atau anak-anak Indonesia rentan terpapar paham radikalisme. Setara Institut melalukan survei di Jakarta dan Bandung, Jawa Barat beberapa waktu lalu. Hasilnya cukup mengejutkan karena 2,4 persen siswa di penelitian ini tergolong intoleran aktif dan radikal. Sementara 0,3 persen bertoleran menjadi teroris. berdasarkan survei yang dilakukan Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian (LAKIP) terhadap 59 sekolah swasta dan 41 sekolah negeri ternyata hasilnya cukup mencengangkan karena lembaga ini menemukan sebanyak 48,9 persen siswa bersedia terlibat aksi kekerasan yang terkait agama dan moral. Retno juga mengutip survei yang dirilis 2011 lalu menunjukan sebanyak 63,8 persen siswa bersedia terlibat dalam penyegelan rumah ibadah penganut agama lain.

Bagaimana menciptakan SDM dan generasi masa depan yang berkualitas ?

Istilah “generasi emas” menjadi ramai dibicarakan oleh banyak tokoh dan pengamat setelah Mendikbud ---waktu itu--- M. Nuh dalam sambutan peringatan Hardiknas 2012 dengan tema “bangkitnya generasi emas Indonesia”. Pemimpin bangsa Indonesia tahun 2045 adalah mereka yang saat ini sedang duduk di bangku sekolah, baik pendidikan usia dini, pendidikan dasar atau pendidikan menengah. Dalam dokumen Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang disusun oleh Menko Perekonomian, diharapkan bahwa pada tahun 2025 Indonesia menjadi negara yang mandiri, maju, adil dan makmur dengan pendapatan perkapitan 15.000 dollar AS dan menjadi kekuatan ekonomi 12 besar dunia.


Ada dua pengertian tentang Generasi Emas. Pertama,generasi emas berkaitan dengan bagaimana keadaan generasi Indonesia ketika berusia 100 tahun merdeka, dan yang kedua adalah generasi emas dalam penjabaran kata “EMAS’’  yaitu Energik, Multitalenta, Aktif, dan Spiritual. Dengan demikian membangun generasi Emas Indonesia 2045 adalah sebuah produk generasi baru yang Energik, Multritalenta, Aktif, dan Spiritual; yakni generasi yang cerdas, siap bersaing di era modern, globalisasi dan penuh kompetitif.

Lebih jauh, pada tahun 2045 Indonesia diproyeksikan menjadi satu dari 7 kekuatan ekonomi dunia dengan pendapatan perkapita 47.000 dollar AS. Dampak yang signifikan manakala negara tidak melakukan investasi sumberdaya manusia, bahkan bisa berubah menjadi gelombang pengangguran massal yang akan menambah beban anggaran negara. menambahkan bahwa efek negatif pascabonus demografi adalah meledaknya jumlah penduduk usia tua, sementara transisi usia muda menjadi usia produktif belum sempurna yang menyebabkan pembengkakan jaminan sosial dan pensiunan sehingga terjadi stagnasi dalam perekonomian nasional karena tabungan dari usia produkif dialihkan sebagai dana talangan untuk membiayai jaminan sosial dan pensiun.
Faktanya, Indonesia sampai saat ini masih menyisakan ketimpangan sosial yang cukup mengkhawatirkan. Pada 2015, sekitar 52 persen penduduk miskin yang berusia di atas 15 tahun hanya dapat menamatkan pendidikan sampai jenjang SD/SMP. Bahkan, 31 persen lainnya tidak mampu menempuh jenjang Sekolah Dasar. Hanya 16,7 persen penduduk miskin yang dapat mengenyam pendidikan sampai tingkat SMA atau lebih tinggi. Rendahnya angka tingkat pendidikan ini berakibat pada kualitas manusia yang semakin menurun dan tidak mampu bersaing dalam dunia kerja.Program wajib belajar 12 tahun menjadi suatu kebijakan yang ditawarkan pemerintah guna memperbaiki sektor pendidikan di Indonesia. Program ini diharapkan dapat menjadi alat untuk meningkatkan kualitas sosial-ekonomi dan mengurangi kemiskinan di berbagai daerah di Indonesia. Dengan adanya program wajib belajar 12 tahun, setiap anak Indonesia dapat mengenyam pendidikan hingga tingkat menengah atas dan dapat bersaing di dunia kerja.

Hasil gambar untuk 52 Persen Penduduk Miskin Berpendidikan SD/SMP
https://databoks.katadata.co.id/
Kemiskinan adalah ketidakmampuan dari segi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari segi pengeluaran, dengan batas Garis Kemiskinan. Anak miskin adalah anak yang tinggal pada rumah tangga dengan pengeluaran perkapita sebulan di bawah garis kemiskinan nasional (Rp 354.386/orang/bulan) atau Rp 12.000/orang/hari. Rumah tangga yang sedang dilanda kemiskinan akan memberikan pengaruh signifikan pada anak, karena berarti anak tersebut juga mengalami kemiskinan. Kemiskinan anak merupakan masalah multidimensional karena banyak faktor penyebab sehingga anak tersebut bisa menjadi miskin.

Upaya mewujudkan SDM yang berkualitas saat ini dan dimasa mendatang menjadi sangat urgen untuk menjawab tantangan zaman seiring dengan munculnya berbagai dampak dari era global dan modernisasi kehidupan. Keluarga  sebagai institusi terkecil dituntut untuk mampu memainkan perannya yang strategis untuk memberdayakan seluruh anggota keluarganya dengan memantapkan pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga sebagai manifestasi sekaligus aktualisasi dari keluarga yang berkualitas.

Menurut UU No 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, keluarga yang berkualitas adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah dan bercirikan sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki jumlah anak yang ideal, berwawasan ke depan, bertanggung jawab, harmonis dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.Keluarga yang berkualitas akan menjadi wahana efektif untuk membentuk SDM berkualitas karena keluarga tersebut dipastikan memiliki ketahanan yang tinggi, melalui delapan fungsi keluarga yang dapat dijadikan pegangan hidup bagi setiap individu yang ada di dalamnya terutama anak sebagai calon generasi penerus keluarga, masyarakat dan bangsa.
 

Dari paparan diatas, keluarga yang berkualitas harus memenuhi tiga syarat mutlak: (1) Keluarga yang bersangkutan harus didasari oleh perkawinan yang sah dan memiliki ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2) Keluarga yang dibangun harus memiliki wawasan ke depan, bertanggung jawab dan berkomitmen tinggi untuk hidup mandiri, (3) Keluarga yang dibangun harus mampu hidup secara harmonis, memiliki jumlah anak yang ideal (dua anak cukup), sehat dan sejahtera. Ketiga syarat tersebut harus mampu dicapai oleh sebuah keluarga untuk mampu menjalankan fungsi-fungsi keluarga yang mencakup delapan fungsi. Sementara kemampuan keluarga dalam menjalankan fungsi-fungsi keluarga menjadi syarat yang harus dipenuhi agar keluarga yang bersangkutan dapat menjadi keluarga yang berkualitas.

Lebih lanjut, penyiapan Generasi Emas dilakukan melalui pembangunan karakter yang berawal dari keluarga. Ini dikarenakan keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam pembinaan tumbuh kembang dan penanaman nilai-nilai moral dan pembentukan kepribadian; menjadi tempat belajar bagi anak dalam mengenal dirinya sebagai makluk sosial dan pembentukan hati nurani; serta menjadi lingkungan pertama dan utama bagi anak dalam beradaptasi dengan lingkungan, tempat mencontoh dan meneladani sikap dan perilaku yang akan membentuk kepribadiannya. Keluarga juga merupakan pilar pembangunan bangsa; lingkungan pertama dan utama yang mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan “asah, asih, dan asuh“; serta tumpuan untuk menumbuhkembangkan dan menyalurkan potensi setiap anggota keluarga.

Perencanaan keluarga yang tepat yang dimulai dengan menentukan usia kawin yang ideal, usia melahirkan yang ideal, mengatur jumlah dan jarak anak yang ideal di dalam keluarga menjadi prasyarat untuk melahirkan generasi yang berkualitas. Selanjutnya keluarga melalui delapan fungsinya yaitu fungsi keagamaan, sosial budaya, cinta kasih, perlindungan, reproduksi, sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi pembinaan lingkungan merupakan wahana persemaian nilai-nilai budaya bangsa dan norma agama yang sangat efektif untuk membangun karakter/kepribadian anak, disamping sebagai wahana ideal bagi setiap individu untuk berlatih ketrampilan, bersosialisasi maupun menumbuhkan dan mengembangkan rasa percaya diri. Karena dalam lingkungan keluarga, setiap individu tidak saja sekedar belajar untuk memahami dan mengerti akan nilai, norma, ilmu dan ketrampilan, tetapi sekaligus juga mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bekal untuk mewujudkan SDM yang berkualitas.

Pada akhirnya, peran keluarga yang signifikan dalam membentuk perilaku anaknya akan berdampak luas terhadap kehidupan berbangsa termasuk dalam menangkal paham radikal. Manakala sebuah keluarga membiarkan rumah tangganya tanpa arah, begitulah kemungkinan miniatur yang dimiliki oleh bangsanya. Pentingnya penyiapan generasi emas sejak dini dengan corak pengasuhan keluarga yang baik untuk menyambut 100 tahun kemerdekaan Indonesia menjadi tanggung jawab bersama. Semua itu dilakukan dengan maksud agar keluarga dapat terbangun secara sehat dan tidak menimbulkan dampak yang sekiranya dapat merugikan keluarga tersebut dan juga sosial.


Referensi :










Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.