Rebranding Koperasi Dan Relevansi Filantropi ala Generasi Milenial

Menurut Undang-Undang No. 2009 tentang kepemudaan, yang dimaksud dengan pemuda adalah warga negara Indonesia yang memasuki periode penting pertumbuhan dan perkembangan yaitu berusi 16-30 tahun. Kisaran usia ini termasuk dalam usia produktif manusia. Dalam teori generasi (Generation Theory) hingga saat ini dikenal ada 5 generasi, yaitu: (1) Generasi Baby Boomer, lahir 1946-1964, (2) Generasi X, lahir 1965-1980,(3) Generasi Y, lahir 1981-1994. Generasi Z, lahir 1995-2010, dan (5) Generasi Alpha, lahir 2011-2025. Generasi Z (disebut juga iGeneration,Generasi Net, atau Generasi Internet) terlahir dari generasi X dan Generasi Y. Generasi Z Mereka lahir dan dibesarkan di era digital, dengan aneka teknologi yang komplet dan canggih, seperti: komputer/laptop, HandPhone, iPads, PDA, MP3 player, BBM, internet, dan aneka perangkat elektronik lainnya. 
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui generasi milenial Indonesia terlahir sebagai aset penggerak ekonomi di masa depan. Seperti dilansir katadata.co.id, generasi milenial tersebut memiliki tiga karakter yang khas, yakni terkoneksi dengan internet, memiliki kepercayaan diri tinggi, dan kreatif. Saat ini pemerintah mencari formula bagaimana ketiga karakter ini menjadi aset yang berharga. Pemerintah ingin membuat 3C (connectivity, confidence, creativity) ini menjadi potensi, bukan disaster, sehingga bisa menciptakan suatu aset yang kreatif dan aktivitas ekonomi untuk menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. 
8

Kedepan, sejumlah tantangan yang sekaligus menjadi peluang akan dihadapi pemuda Indonesia. Salah satunya dengan telah diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada tanggal 1 Januari 2016 dan era bonus demografi Indonesia yang dimulai pada tahun 2020. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memproyeksikan bahwa jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2035 mendatang berjumlah 305,6 juta jiwa. Saat itu, dua pertiga dari seluruh penduduk Indonesia merupakan usia produktif. Melimpahnya jumlah penduduk usia kerja akan menguntungkan dari sisi pembangunan sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi ketingkat yang lebih tinggi. Dampaknya adalah meningkatkannya kesejahteraan masyarakat s e c a r a keseluruhan. Namun bisa berbalik menjadi bencana jika bonus demografi tersebut tidak dipersiapkan kedatangannya. Dalam hal ini pemerintah harus mampu menciptakan kondisi, iklim, dan kebijakan yang memastikan optimalisasi dari bonus demografi ini terlaksana secara efektif. 

Oleh karenanya kebijakan yang meningkatkan dan memperpanjang akses pendidikan, penyediaan layanan kesehatan yang memadai, memudahkan masyarakat untuk menabung, dan memudahkan tersedianya lapangan kerja akan membantu Indonesia untuk mengoptimalkan momentum bonus demografi ini. Pada akhirnya, bonus demografi ini diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.

Koperasi sebagai salah satu soko guru ekonomi Indonesia, selain perusahaan swasta dan BUMN, merupakan lembaga yang paling tepat untuk mengatasi ketimpangan sosial-ekonomi menjelang bonus demografi.  Pasalnya, falsafah dasar dari pendirian Koperasi adalah dari anggota dan untuk anggota.   
Terbukti, koperasi tetap eksis ditengah badai krisis dengan memberikan kontribusi nyata bagi pembangunan ekonomi dengan turut menciptakan lapangan pekerjaan dan pemerataan kesejahteraan.

Tidak sampai disitu. Mengemban amanah Nawacita, koperasi dituntut untuk dapat meningkatkan daya saing di pasar internasional. Organisasi ini pun dibebani untuk mengoptimalisasi sektor-sektor strategis ekonomi di domestik dalam upaya mewujudkan kemandirian ekonomi.  Bukan tanpa alasan mengingat Indonesia harus bisa maju dan bangkit bersama-sama dengan negara Asia lainnya. Sehingga peningkatan kelayakan, produktivitas, dan nilai tambah koperasi untuk “naik kelas” bertumbuh ke skala yang lebih besar dan berdaya saing global adalah sebuah hal yang mandatory.  

Faktanya, kalangan Generasi Millenial saat ini banyak yang tidak mengetahui dan memahami mengenai hakekat dan pentingnya koperasi, sebagai salah satu bentuk ekonomi kerakyatan. Hal ini didorong oleh perubahan gaya hidup generasi milenial (zaman now) yang begitu cepat dan tidak menentu (disruptif), akibat perkembangan teknologi informasi, robotic, artifical intelligence, transportasi, dan komunikasi yang sangat pesat. Pola dan gaya hidup generasi milenial bercirikan segala sesuatu yang lebih cepat (real time), mudah, murah, nyaman, dan aman.  Padahal banyak faedah dan keuntungan yang didapat daripada keanggotaan koperasi antara lain : 

Keuntungan Ekonomi 
Koperasi memberikan kesempatan pada anggota untuk menjual atau membeli 
barang atau jasa secara bersama-sama. Sehingga, biaya yang timbul menjadi lebih rendah 
Koperasi menampung hasil produksi anggota yang menjualnya ke pasar. dengan menjual secara bersama-sama melalui koperasi, maka biaya yang dikeluarkan oleh setiap anggota menjadi lebih rendah, dibandingkan dengan menjual secara sendiri-sendiri

Koperasi menyediakan barang dan jasa kebutuhan anggota dengan membeli secara bersama-sama melalui Koperasi, maka memungkinkan anggota untuk mendapatkan barang dan jasa dalam jumlah dan kualitas yang baik dan harga yang murah

Koperasi memberikan kemudahan bagi anggota yang membutuhan fasilitas kredit dalam bentuk proses yang cepat, jaminan yang ringan, dan bunga yang rendah. hal ini dapat dilakukan, karena anggota adalah pemodal (memilik) yang sekaligus pengguna

Sebagai anggota, kita akan memperoleh bagian sisa hasil usaha (SHU).  Besarnya SHU di hitung berdasarkan transaksi dan partisipasi modal yang telah kita lakukan terhadap koperasi

Keuntungan Sosial 
Gerakan koperasi memiliki potensi untuk menekan atau mempengaruhi kebijakan ekonomi yang dikeluarkan oleh pengambil keputusan. karena, gerakan koperasi mewakili kepentingan orang banyak dengan menghimpun massa yang cukup besar

Pendidikan dan pelatihan serta peningkatkan pengetahuan kesadaran dan keterampilan dalam berkoperasi

Agar terpupuk rasa kesetiakawanan antara anggota, maka koperasi dapat menyelenggarakan kegiatan asuransi perumahan, jasa kesehatan, tunjangan hari tua dan lain-lain

Beranjak dari fenomena diatas, maka lembaga dan insan Koperasi sudah saatnya mentransformasi dan mereformasi dirinya untuk menata organisasi dan strategi bisnisnya sesuai dengan perkembangan zaman dan IPTEKS di era Industri 4.0. Koperasi yang kuat dan mandiri, diyakini akan mampu bersaing dengan korporasi besar dan perusahaan BUMN. Semangat menjadikan koperasi sebagai kekuatan bersama, dan gotong royong akan mampu bersaing serta cepat beradaptasi dengan perkembangan zaman.

Program Reformasi total koperasi disebut sebagai langkah awal rebranding. Rebranding sendiri memiliki makna merubah atau memperbaharui sebuah brand image yang telah ada agar menjadi lebih baik. Rebranding ini perlu dilakukan untuk membangun kembali kepercayaan masyarakat kepada Koperasi. Tentunya dengan mengangkat nilai-nilai dan prinsipnya sebagai basis keunggulan dari generasi ke generasi. Koperasi harus dapat memenuhi sektor riil, profesional, mencakup usaha besar dan tidak ketinggalan zaman. Inilah yang dibutuhkan agar koperasi mampu bersaing dengan bisnis lainnya. Program ini diharapkan dapat memunculkan koperasi-koperasi berkualitas sehingga dapat membukakan mata generasi muda terhadap peran koperasi sebagai salah satu tulang punggung ekonomi nasional.

Reformasi koperasi pun harus melahirkan sistem koperasi sebagai organisasi yang kaya fungsi dan efisien serta ditunjang dengan manajemen yang profesional. Sehingga tidak dapat dihindarkan bahwa modernisasi manajemen bisnis dan organisasi koperasi dengan berbasis IT menjadi sebuah keharusan. Harus disadari bahwa sudah saatnya diterapkan sistem aplikasi di koperasi, jaringan kerja serta konsolidasi bisnis jaringan koperasi yang terintegrasi dan reliable. Di samping itu, perlu dibentuk sistem yang mengakomodir standarisasi pengelolaan SDM yang meliputi diklat vokasional, training dan pendampingan yang fokus kepada core-business. Langkah reformasi koperasi tersebut pun harus substansial dan komprehensif. Dengan kata lain, strategi yang diterapkan harus menunjang koperasi yang memiliki keunggulan bisnis yang kompetitif.

Sementara, demi meningkatkan citra koperasi dimata generasi muda, adalah dengan pengejawantahan konsep filantropi yang kini intens menjadi perhatian generasi muda. Pendefinisian yang paling mutakhir filantropi adalah sebagai social investment (investasi sosial) di mana seseorang, sekelompok orang atau perusahaan bermitra dengan orang-orang yang dibantunya.

Kalau kita lihat dari konteks Indonesia, di situ ada konsep keadilan sosial yang menjadi falsafah hidup kita sebagai bangsa dan tercantum dalam salah satu sila dari dasar negara kita, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sementara kalau kita lihat pandangan-pandangan lain dari segi filosofis misalnya, Aristoteles mengatakan bahkan keadilan sosial adalah pembagian yang adil dalam masyarakat yang didasarkan atas pembagian kepada seseorang sesuai dengan kebutuhannya. Sekarang filantropi tidak lagi dilihat sebagai individu, tetapi juga dilihat sebagai suatu institusi yang bisa memberikan bantuan, sehingga muncullah istilah corporate philantropy. 

Kontribusi filantropi sendiri terhadap pencapaian SDGs atau konsep pembangunan berkelanjutan saat ini cukup besar. Filantropi Indonesia telah berkomitmen untuk berkontribusi dan membantu pencapaian dari 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Apalagi, semua pencapaian di SDGs menjadi prioritas dari Filantropi Indonesia. Keamanan sosial juga diperlukan untuk pencapaian 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan tersebut. Bisnis dan filantropi, telah 3 tahun lebih cepat memasuki pola pikir untuk membuat suatu tujuan pembangunan berjangka panjang, sumber bacaan baca disini  

Konsep filantropi ini  tentunya sangat relevan dengan fungsi dan peranan Koperasi yang dijabarkan dalam Undang-undang No. 25 tahun 1992 yaitu : mengembangkan potensi dan kemampuan ekonomi anggota dan masyarakat, berupaya mempertinggi kualitas kehidupan manusia, memperkokoh perekonomian rakyat, mengembangkan perekonomian nasional, serta mengembangkan kreativitas dan jiwa berorganisasi bagi pelajar bangsa. 

Kabar gembiranya, diantara serbuan modernisasi dan budaya pop instant,  dalam 5 tahun terakhir peran dan keterlibatan kaum muda dalam kegiatan filantropi justeru meningkat secara signifikan. Sebagian mereka mendirikan yayasan atau organisasi berbasis komunitas untuk mengembangkan berbagai program sosial yang menjadi minat atau perhatiannya. Sebagian lainnya menjadi pendukung, volunteer dan donatur di berbagai organisasi sosial.  Keterlibatan kaum muda dalam kegiatan filantropi  ini merubah  peta dan pola filantropi di Indonesia. Filantropi  tak lagi  identik  dengan  aktivitas  kedermawanan “orang  tua” atau “orang kaya” yang bisanya  dilakukan di hari  tua  atau  menjelang  pensiun. Filantropi juga  tidak lagi identik dengan  kegiatan  kedermawanan  dalam  bentuk  pemberian donasi  untuk kegiatan keagamaan, penanganan bencana, penyantunan dan pelayanan sosial. 

Dalam sejumlah studi, ditemukan bahwa salah satu karakter dan kultur generasi millenial ini adalah memiliki kepedulian pada isu-isu sosial kemanusiaan, mereka senang berbagi kepada sesama. Generasi millenial tumbuh di bawah asuhan budaya (social sharing) yang tinggi. Temuan ini adalah fakta menarik bagi pegiat kemanusiaan dalam menggalang donasi. Bahwa generasi millenial perlu didekati dengan inovasi. Menggalang charity dari entitas millenial, berarti memperluas spektrumnya kemanusiaan. Temuan ini adalah fakta menarik bagi pegiat kemanusiaan dalam menggalang donasi. Bahwa generasi millenial perlu didekati dengan inovasi. Menggalang charity dari entitas millenial, berarti memperluas spektrumnya kemanusiaan.
Berbeda dengan generasi sebelumnya, para muda kreatif tersebut tidak hanya sekedar ingin terlibat dalam kegiatan filantropi dengan memberikan donasi, tapi juga memanfaatkan potensi dan kapasitasnya untuk mengembangkan dan mempertajam inisiatif sosial yang dilakukan. Generasi millenial ini memperluas bentuk kontribusi atau sumbangannya menjadi 6 bentuk, yakni pengetahuan/keterampilan, waktu, voice (suara/aspirasi), jaringan, cinta (kinesthetic ability) dan dana. Dengan menggabungkan 6 bentuk pemberian itu, generasi millenial tidak hanya melihat filantropi sebagai kegiatan sosial, tapi sebagai investasi sosial yang berdampak luas dan berkelanjutan. Mereka juga memandang keterlibatannya dalam kegiatan filantropi sebagai investasi bagi pengembangan karakter dan kapasitasnya untuk menjadi pemimpin di masa mendatang.  
Inisiatif sosial  kemanusiaan  dan  pemberdayaan yang dilakukan  kaum  muda  ini  jika digarap serius sejatinya menjadi peluang emas bagi pengembangan koperasi dimasa depan. Melalui  komunitas jaringan dengan  memanfaatkan  tekonologi  informasi  dan  budaya pop, para filantrop milenial yang lahir dari berbagai latar belakang enterpreuneur, ahli IT, pekerja seni dan pegiat sosial diharapkan dapat menjadi kepanjangan tangan koperasi dalam mengemas program koperasi agar terlihat lebih populer, menyenangkan serta mengandung aspek pemberdayaan ekonomi. Sehingga mereka dan para millenial lainnya kelak akan menjelma  sebagai  seorang tech savvy, wirausahawan, berpendidikan dan berpikiran independen yang terdorong untuk “berbuat baik.”  

Benar, perubahan merupakan suatu kepastian. Tetapi, koperasi sebagai organisasi jika mampu mengantisipasi perubahan lebih cepat, serta mampu melakukan adjustment kapabilitas, resource dan strategi dengan melakukan stretching terhadap perubahan tersebut akan menjadi pemenang setiap kompetisi.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.