Marimas Ecobrick, Saatnya Kembalikan Bumiku Lebih Bermartabat


Sampah..lagi-lagi masalah sampah. Satu persoalan serius yang terus mengusik pikiranku.Setiap kali melewati sungai,parit, selokan hatiku serasa dihimpit ngilu melihat tumpukan sampah menggunung tak terkendali. Ibarat mutiara penuh daki. Disatu sisi kita bisa hidup dengan kehidupan yang lebih baik, karena alam membagi pemberian semesta dengan cuma-cuma. Namun dilain waktu, manusia lupa berterima kasih dan tak lagi peduli telah melukai bumi dengan bermacam sampah kehidupan.  
 
Aku bukanlah aktivis lingkungan, mantan MAPALA atau pemerhati persampahan yang saban hari ngurusin hal-hal kotor yang sudah tak lagi menjadi perhatian manusia. Sungguh, aku hanya tidak ingin bumiku menangis karena tak lagi bisa bernafas lega. Aku tak ingin kelak anak cucuku hilang kesempatan menikmati ranumnya aroma kembang di kala pagi, karena bumi sudah tak sudi membagi oksigennya. 

Lain hari ketika musim penghujan tiba, pemandangan menakjubkan kembali mengerjapkan mataku. Dari balik angkot yang kutumpangi, aku bisa menyaksikan sungai, parit, selokan yang beberapa waktu sebelumnya penuh daki kini berubah bening. Tak tampak lagi butiran plastik, diapers anak, pembungkus ditergent maupun remah-remah sisa makanan manusia. Sekejab hatiku bimbang, bermuara kemanakah kiranya jerami- jerami sampah itu?

Tahukan anda, saat ini Lautan dunia semakin dicemari dan dipenuhi sampah buangan manusia yang berasal dari aliran sungai. Menurut laporan Ocean Conservancy, sebuah organisasi nirlaba bidang konservasi laut dari AS, sebanyak 95 persen sampah justru terendam di bawah permukaan. Sampah tersebut tak hanya mencelakai makhluk bawah air namun juga merusak tatanan ekosistem yang ada. Laporan itu menyebutkan lima negara yang paling berkontribusi untuk krisis sampah di lautan. Semua berada di Asia yaitu Tiongkok, Indonesia, Filipina, Thailand, dan Vietnam yang memuntahkan sekitar 60 persen dari sampah plastik yang masuk lautan di seluruh dunia. 

Dengan tingkat kecepatan seperti ini, diperkirakan menjelang 2025, untuk setiap 3 ton ikan, akan ada 1 ton sampah plastik di laut. Jumlah yang membuat konsekuensi ekonomi dan lingkungan menjadi sangat parah dan tak terbayangkan. Polusi laut akibat sampah ini, tidak hanya berdampak buruk terhadap lingkungan, tapi juga merugikan dari sisi ekonomi karena pendapatan negara dari sektor kelautan juga menurun. Pemerintah Indonesia sendiri sudah menyatakan komitmennya untuk mengurangi sampah plastik yang ada di laut hingga 70 persen pada 2025 mendatang.


Mengapa Perlu Membuat Ecobrick? 


Studi ilmiah menunjukkan bahwa bahan kimia plastik yang terbuat dari petro-kimia ini beracun untuk manusia dan tidak cocok bagi ekologi. Bahkan jumlah yang sangat kecil dari bahan kimia ini memiliki efek buruk pada manusia dan menyebabkan alergi, ketidakseimbangan hormonal, kanker serta keracunan akut. Anak-anak pada usia muda adalah yang paling rentan terkena efek buruknya. Ketika plastik dibakar, petrokimia di dalamnya bergabung membentuk dioksin. Dioksin adalah racun buruk dan mencemari baik udara melalui asap maupun bumi dan air melalui abu.

Seiring waktu, ketika bahan kimia tersebut larut ke dalam tanah, air dan udara, mereka diserap oleh tanaman dan hewan yang pada akhirnya akan diserap juga oleh manusia, menyebabkan cacat lahir, ketidakseimbangan hormon, dan kanker. Sampah plastik yang berserakan, dibakar atau dibuang akan menghasilkan bahan kimia beracun. Bahkan rekayasa TPST (Tempat Pembuangan Sampah Terakhir) juga tidak bisa menjadi solusi yang baik. Dalam waktu sepuluh tahun, atau bahkan seratus tahun, bahan kimia ini pada akhirnya akan meresap ke dalam biosfer, yang mempengaruhi peternakan dan kehidupan manusia. Plastik tidak terurai, mereka photodegrade. Ini berarti bahwa plastik perlahan-lahan akan pecah menjadi potongan-potongan kecil-kecil kemudian meresap ke dalam tanah atau air. Karena potongan-potongan ini sangat kecil mereka mudah diserap oleh tanaman, ikan dan hewan yang kita makan. Plastik juga menjadikan suhu udara menjadi lebih panas dari ke hari, karena sifat polimernya yang tidak berpori.   

Dalam diskusi bertema “Inovasi Pengurangan Sampah Plastik untuk Hilirisasi Industri dan Masyarakat” di kampus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, akhir Agustus 2017, terungkap adanya potensi sampah plastik untuk dijadikan produk bermanfaat untuk bangunan. Sebut saja untuk membuat material konstruski, seperti paving, bata untuk dinding, atap, dan lain sebagainya. 

Pemakaian plastik oleh para peneliti ITS disebut sebagai agregat yang akan mengurangi pasir, koral, maupun semen. Pemanfaatan sampah plastik, tentunya disesuaikan dengan komposisi produk yang dibutuhkan. Menurut tim peneliti ITS, dibandingkan dengan produk yang ada saat ini, dipastikan produk yang menggunakan limbah plastik tidak jauh beda mutunya. Pemanfaatan limbah plastik tersebut , tentunya harus melalui proses pemilahan yang peruntukannya sesuai konstruksi yang dibutuhkan. Misalnya untuk dinding, dipilih yang PVC karena kuat, begitu juga untuk paving atau lantai dibuat dengan mencampur pasir atau tidak.  Kelebihan kontruksi berbahan palstik menurut peneliti ITS lebih ringan. Sebab, massa jenis beton yang ada pasir, batu, semen itu jauh lebih besar dibandingkan plastik. Sehingga, akan menghemat beban yang ditanggung bangunan.

 
 





 


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.