Yuk Bersedekah, Buat 30 Harimu Jadi Manfaat
Bagi sebagian orang, tidaklah mudah untuk bisa bertahap hidup di tengah pandemi Corona yang merebak. Bahkan, di Tanah Air, tak kurang kisah-kisah pilu yang menyayat hati, memperlihatkan potret ketidakberdayaan masyarakat di tengah himpitan pandemi Corona
Kisah Pilu Inah dan Keluarga Makan Nasi Basi Demi Bertahan Hidup
Adalah ibu Ina. Beliau tinggal di rumah
sepetak tidak layak huni berukuran 4x3 meter bersama tiga anak dan ibu
kandungnya selama 5 tahun.
Kondisinya sangat memprihatinkan, tanpa listrik, kamar mandi, hingga beralaskan
tanah. Untuk bertahan hidup, Inah hanya mengandalkan bantuan dan belas kasih
dari tetangga sekitar. Bahkan untuk mandi saja, Inah dan keluarganya
mengandalkan air hujan. Jika tidak ada hujan, mereka tidak mandi sampai
berhari-hari.
Keadaan ibu Inah semakin sulit dengan dua dari tiga anaknya yang memiliki
keterbelakangan mental sedangkan ia telah ditinggal suami selama
bertahun-tahun. Hanya mengandalkan uluran tangan dari tetangga, tidak jarang keluarga bu Inah
rela memakan sisa nasi bekas bahkan basi hanya untuk mengganjal perut.
Selanjutnya, Kisah Bapak 7 Anak Keliling Jual
HP Rusak Rp 10 Ribu untuk Beli Beras Saat Corona
Masyarakat juga dikejutkan oleh sebuah
postingan dari pengacara kondang Hotman Paris yang memantik rasa iba setiap
orang yang melihatnya. Hotman mengunggah sebuah berita tentang seorang bapak
dan anaknya yang menjual ponsel rusak seharga Rp 10 ribu demi menghidupi
keluarganya ditengah kesulitan ekonomi akibat corona.
Pak Ason memiliki tujuh anak yang mereka semua
putus sekolah. Pendidikan terakhir hanya sampai bangku SMP. Pilunya lagi, salah
satu anaknya yang terbilang masih kecil adalah penyandang disabilitas.
Penderitaan Pak Ason menjadi lebih berat
seiring pandemi COVID-19. Tidak ada yang mau mempekerjakannya untuk saat ini.
Sehingga terpaksa di rumah saja dan tidak ada pemasukan untuk makan
sehari-hari.
***
Sebagai negara dengan populasi muslim terbesar
di dunia yakni sebanyak 87,2% dari total penduduk,
Potensi penggalian dana zakat, infak, sedekah
dan wakaf di kalangan umat Islam memang tidak bisa dianggap remeh.
Berdasarkan data Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), per 2020 lalu total dana
ziswaf yang terkumpul diperkirakan mencapai Rp12,5 triliun, tumbuh dari jumlah
per 2019 yang ada di posisi Rp10,6 triliun.
Tahun 2021, jumlahnya diestimasi bisa naik hingga Rp19,77 triliun. Meski
pengumpulannya terus meningkat setiap tahun, namun jumlah ziswaf yang
terakumulasi itu belum seberapa dibanding potensinya yang mencapai Rp327,6
triliun.
Namun, kurang tergali maksimal lantaran adanya
pemikiran di masyarakat bahwa ziswaf itu sebatas membantu untuk pembangunan
masjid, anak yatim piatu, dan pakir miskin.
Padahal sesungguhnya tidak demikian. Ziswaf ini bahkan diperbolehkan dalam
Islam untuk digunakan membantu masyarakat untuk jaring pengaman sosial hingga
modal usaha.
Untuk itu perlu adanya sosialisasi ke masyarakat mengenai ziswaf ini dalam
konteks yang lebih luas, agar terjadi redistribusi kekayaan dari yang berlebih
untuk yang kekurangan (miskin) di tengah pandemi ini.
Selain itu, perlu juga diberikan pemahaman ke masyarakat bahwa bersedekah itu
tidak mesti menunggu seorang itu sudah kaya atau sudah tua.
Kalangan millenial pun dapat melakukannya dengan jumlah nominal sesuai
kemampuan, misalnya seperti yang dilakukan para remaja di Pekan Baru yang
bersedekah Rp5.000 untuk membangun infrastruktur air bersih.https://m-antaranews-com.
Dengan begitu besarnya potensi yang dimiliki oleh umat ini, dibutuhkan lembaga
lembaga pengelola ziswaf yang kredibel, amanah, dan profesional sehingga bisa
memanfaatkan dana tersebut untuk semakin meningkatkan kualitas masyarakat
Indonesia. Juga pembuktian bahwa Islam dan umatnya, diajarkan untuk senantiasa
menghadirkan kesalehan sosial atas masalah yang ada.
Apalagi di tengah berlangsungnya pandemi covid-19
yang sampai saat ini belum sepenuhnya melandai, dengan berbagai dampak sosial
dan ekonomi di sana, mulai dari turunnya penghasilan dan terganggunya kebutuhan
pangan keluarga, hingga hilangnya pekerjaan, menurunnya tingkat kesehatan dan
terlantarnya pendidikan anak.
Dengan pengelolaan dana sosial Islam secara
professional-modern berbasis prinsip-prinsip manajemen dan tata kelola
organisasi yang baik, potensi ziswaf nasional akan semakin tergali dengan
dampak yang semakin luas dan signifikan, bertransformasi menjadi kekuatan
sosial-ekonomi yang signifikan.
Bersedekah Membahagiakan
Apa sesungguhnya makna kebahagiaan hidup bagi
seorang manusia? Pertanyaan sederhana ini memiliki jawaban yang mendalam
dan penuh perenungan.
menurut Martin Seligman, seorang psikolog
Amerika, pendidik, dan penulis buku self-help. Dalam bukunya Authentic
Happiness, Seligman menuturkan kebahagiaan secara umum ada 3 macam yaitu :
hidup yang penuh kesenangan (pleasant life), hidup yang nyaman (good life), dan
hidup yang bermakna (meaningful life).
Makna hidup yang penuh kesenangan, yaitu
kondisi kehidupan di mana pencarian kesenangan hidup, kepuasan nafsu, keinginan
dan berbagai bentuk kesenangan lainnya, menjadi tujuan hidup manusia. Hidup
yang menyenangkan, ialah ketika sebanyak mungkin kesenangan hidup telah
dimiliki.
Sedangkan hidup yang nyaman, yaitu kehidupan,
dimana segala keperluan kehidupan manusia telah terpenuhi. Terpenuhinya semua
keperluan hidup secara jasmani, rohani dan sosial. Hidup yang aman, tentram dan
sebagainya.
Sementara hidup yang bermakna, lebih tinggi
lagi dari tingkat kehidupan yang nyaman, selain segala keperluan hidupnya telah
terpenuhi, ia menjalani hidup ini dengan penuh pemahaman tentang makna dan
tujuan kehidupan. Selain untuk diri dan keluarga nya, ia juga memberikan
kebaikan bagi orang lain dan lingkungan
sekitar. Perasaan nya dipenuhi dengan rasa nyaman dan bahagia.
Mengapa Demikian?
Ternyata hal tersebut berhubungan dengan
peningkatan hormone Oxytocin yang terletak pada bagian belakang atau posterior
kelenjar pituitary di otak. Peningkatan aktivitas tersebut dimaknai sebagai
suatu kondisi mental dan merasa lebih dihargai serta terjadi peningkatan
empati.
Kesimpulan ini terungkap dari
penelitian Universitas California, membuktikan perasaan bahagia yang
muncul sewaktu kita memberi. Penelitian dilakukan dengan memantau aktivasi otak
sewaktu seseorang mendermakan hartanya berupa pemberian hadiah uang dan
sumbangan.
Masih menurut penelitian ini, para dermawan
atau donator memaknai sumbangsinya terhadap orang lain sebagai suatu investasi
yang tidak pernah merugi, tetapi sebaliknya adalah investasi jangka panjang dan
investasi sosial. Dalam interview para dermawan tersebut merasakan suatu
aktivitas bahagia secara pribadi hingga aspek sosialnya.
Kembali lagi, pada orang yang dermawan memiliki
kadar Oxytocin atau hormon cinta, dan dilepaskan dalam jumlah besar pada saat
seseorang mendermakan barang berharaganya, sehingga memacu rasa puas dalam
batinnya sebagai orang yang bermakna bagi sekelilingnya. Alhasil, Oxytocin
diberi nama "essence of empathy", oleh para neurosaintis.
Hasil studi tersebut diatas tentunya relevan
dengan perintah bersedekah utamanya di bulan Ramadan. Secara Syariah, Allah
SWT menjanjikan akan memberikan berbagai reward ataupun balasan yang
berlipat ganda bagi orang yang dermawan, yang senantiasa menginfakkan harta
bendanya dijalan yang benar.
“Jika Kalian Berbuat Baik, Sesungguhnya Kalian Berbuat Baik Bagi Diri Kalian Sendiri” (QS. Al-Isra:7).
Demikian pula, mereka akan mendapatkan balasan
yang berlimpah, berupa ketenangan, kabahagiaan, kedamaian, serta penghargaan
yang amat besar, bukan hanya dari Allah swt, tetapi juga dari masyarakat
serikatnya.
Leave a Comment