Dukungan Blogger Hapuskan Stigma Penyintas Kusta



Tantangan hidup memang tak pernah lebih mudah, akan selalu membutuhkan pengorbanan dan kesungguhan. 


Begitulah, meski cuaca sedang terik, ibu-ibu warga Kampung Ecoprint  Singkawang, Kalimantan Barat terlihat bersemangat, memilih daun lalu menatanya di atas selembar kain putih. Bukan lantaran lelet, tapi karena memang kondisi tubuh mereka yang memaksa bergerak seperti itu. Kondisi serupa juga terjadi pada kalangan pria. Namun mereka selalu tampak sigap membantu. Semangat mereka sudah seperti panasnya matahari pagi. Perlahan, lembar demi lembar kain tercipta dari tangan mereka yang tak sempurna.


Demikian, berbekal ikatan solidaritas yang kuat, mereka berkarya melalui pembuatan kain ecoprint. Butuh ketelatenan untuk memadupadankan masing-masing daun agar membentuk motif yang apik. Teknik ecoprint adalah cara mencetak kain bermotif menggunakan daun atau benda alam di atas kain. Teknik mencipta motif dengan daun-daun inilah yang membuat Gang Liposos, Desa Pakunam kini dikenal menjadi Kampung Ecoprint Singkawang, Kalimantan Barat. Pengenalan ecoprint dimulai pada tahun 2019 ketika seorang seniman muda dari Bandung bernama Yohanes Arya Duta dalam program “Seniman Mengajar” yang berkolaborasi dengan warga Liposos menciptakan karya seni yang mengandalkan potensi kawasan. 


Selanjutnya, dibantu relawan, mereka membentuk kelompok dengan nama Ruang Terampil yang menjadi wadah bagi warga untuk mendapat pelatihan keterampian ecoprint serta pendampingan pemasaran produk agar bisa semakin mandiri dan percaya diri.


|penyintas kusta kampung ecoprint|kanaldesa.com

Karya pertama Ruang Terampil dipamerkan saat Singkawang Expo 2019. Memang tidak banyak hanya berupa tas kain (totebag) berukuran 40 x 30cm. Totebag dijual dengan harga 100 ribu rupiah. Dari keberhasilan pameran, berkolaborasi dengan penjahit dari Kabupaten Bandung, Kamal, untuk membuat lebih banyak varian produk diantaranya taplak meja, sarung bantal, poch (kantong kecil), sarung laptop, dan baju. Setelah produk jadi, mereka mulai mengikuti berbagai pameran yang digelar oleh komunitas-komunitas di luar Singkawang. Satu diantaranya adalah berasal dari Bali, yakni di Rumah Sanur.


Usaha tersebut membuahkan hasil. Kerja kolaborasi makin meluas. Kali ini pihak produsen sepatu seperti Brodo, Panna, dan Prabu lewat Footwear ForumID tertarik untuk mengolah kain ecoprint menjadi produk sepatu. Prosesnya, Ruang Terampil membuat kain ecoprint di Singkawang, setelah jadi dikirim ke Jawa. Di tangan para ahli pembuat sepatu, kain kanvas bermotif daun dengan warna alami itu menjadi sepatu kekinian. Cocok buat anak muda bergaya. Tidak ada yang sama bila mengenakan produk ecoprint dan itu menjadikannya unik.


Ya, warga ecoprint, mereka adalah penyintas kusta. Sebelumnya, hidup warga Kampung Ecoprint  Singkawang terkucilkan, jauh dari keramaian. Kampung ini tersembunyi di balik pohon-pohon rindang. Tapi para penyintas kusta tersebut tak pernah patah semangat. Meski anggota tubuh mereka tak lengkap, tanah-tanah dapat tergarap mereka garap dengan baik. Hasil pertanian menjadi andalan mereka. 


Melalui program pemberdayaan, warga Liposos merasa terbantu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sebuah harapan yang nyata. Dan ini bukan hanya soal ekonomi tapi juga soal meraih penghargaan hidup sekelompok orang yang bertahun-tahun terkucilkan. 


Semangat yang tertempa selama puluhan tahun menjadikan mereka kuat menghadapi berbagai persoalan. Kekompakan dan kerjasama membuat keterbatasan tak menjadi penghalang. Melalui karya ecoprint, mereka membuktikan bahwa keterbatasan, bukan sebuah halangan. Liposos adalah rumah terbaik sekaligus tanah air mata mereka.


Mengenal KUSTA


Berdasar informasi Kementerian Kesehatan RI, penyakit kusta sudah ada sejak ribuan tahun sebelum masehi. Hal tersebut diketahui dari peninggalan sejarah di Mesir, di India 1400 SM, di Tiongkok 600 SM dan Mesotomia 400 tahun SM dimana pada masa purba tersebut telah terjadi pengasingan pada penderita kusta. 


Sebagai informasi, Kusta termasuk penyakit kulit yang tersebar diberbagai belahan dunia, dan menjadi penyakit endemik di beberapa negara.  Agen penyebab kusta ditemukan pertama kali oleh seorang ilmuwan Norwegia yaitu Gerhard Henrik Armauer Hansen pada 28 Februari 1873. Sehingga penyakit kusta disebut juga penyakit Morbus Hansen. Beberapa nama lain dari penyakit kusta yaitu Lepra, Hanseniasis, Elephantiasis, Melaats, dan lain-lain.


Meski termasuk penyakit penularan, tingkat penularan kusta ini rendah. Penyakit kusta bisa disembuhkan bila diketahui sejak awal. Oleh karena itu sangat penting untuk mengenali gejala kusta ini. Gejala awal kusta adalah adanya bercak putih atau kemerahan di kulit yang mati rasa. Selain di kulit, gejala kusta juga ada pada syaraf. Ciri-cirinya syaraf mengalami kesemutan dan nyeri pada muka dan anggota badan lainnya. Mati rasa pada telapak tangan dan kaki. Otot pada tangan dan kaki mulai melemah. Dan yang paling parah adalah kelopak mata yang tidak bisa menutup sempurna.


Kusta tak hanya bisa diobati, tapi sebenarnya penyakit ini bisa dicegah. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah kusta dan cacat kusta.


⏺️Imunisasi BCG


⏺️Segera berobat ke dokter atau pusat kesehatan bila menemikan bercak putih pada kulit. 


⏺️Cacat pada kusta bisa dicegah dengan minum obat dan pemeriksaan secar rutin.


⏺️Pemberian obat pencegahan kusta bisa dilakukan untuk memutus rantai penularan.


Keberhasilan pengobatan kusta juga perlu dukungan keluarga, masyarakat sekitar dan juga keterampilan petugas kesehatan. Berdasarkan laporan WHO, setiap tahun ada 200.000 orang yang didiagnosis menderita kusta. Bahkan, ada jutaan orang yang hidup dengan konsekuensi lantaran pengobatan kusta yang tertunda. 


Indonesia sendiri sampai saat ini belum dinyatakan sebagai negara bebas kusta karena angka kasus kusta belum mencapai target kurang dari 1 orang per 10.000 penduduk. Kementerian Kesehatan RI menyatakan bahwa Indonesia menduduki urutan ke-3 dunia setelah India dan Brazil. Berdasarkan data yang dihimpun Kementerian Kesehatan per tanggal Data per 24 Januari 2022 mencatat jumlah kasus kusta tedaftar sebesar 13.487 kasus dengan penemuan kasus baru sebanyak 7.146 kasus. 


Sejauh ini masih sulit menghilangkan berbagai stigma maupun mitos-mitos bertebaran di masyarakat soal penyakit kusta. Tingginya angka kusta di Indonesia adalah karena terlambat ditangani dan minimnya pengetahuan masyarakat tentang penyakit ini. Akibatnya, penderita kusta berisiko mengalami diskriminasi yang dapat berdampak pada kondisi psikologisnya. Padahal Dengan mendapatkan diagnosis dan pengobatan dini, sejatinya penyakit ini dapat disembuhkan dengan tepat dan mencegah kecacatan.


Stigma tersebut bahkan menimbulkan beberapa masalah sosial, bagi penderita dan mantan penderita kusta. Mulai dari diusir/terusir dari tempat tinggalnya, dikucilkan, diceraikan oleh pasangannya, bahkan ada juga yang bunuh diri karena merasa sudah tidak punya harapan.


Berikut mitos dan fakta seputar kusta yang harus masyarakat pahami

1. Tidak Bisa Disembuhkan

Faktanya, penyakit kusta bisa disembuhkan dengan menggunakan pengobatan antibiotik. Biasanya, pengobatan dilakukan selama 6-24 bulan dengan menggunakan Multidrug Therapy atau yang dikenal dengan MDT.


2. Mudah Menular

Penyakit kusta tidak mudah menular. Faktanya, 95% orang dewasa sulit tertular penyakit kusta karena memiliki system kekebalan tubuh yang baik untuk melawan bakteri penyebab kusta.


3. Penyakit Keturunan

Kusta bukan salah satu penyakit yang diturunkan melalui gen. Anggota keluarga dapat terkena penyakit kusta karena adanya kontak erat yang terjadi secara terus menerus.


4. Hanya akan Menyerang Orang tua saja

Berdasarkan data dari Kemenkes RI tahun 2015, sebesar 8.9% kasus baru penyakit kusta diderita oleh anak-anak. Penyakit ini terlihat hanya diderita orang dewasa karena masa inkubasi yang cukup lama, sehingga keluhan baru muncul saat seseorang telah dewasa


5. Akibat dosa atau kutukan

Penyakit kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri tersebut tumbuh dengan lambat, sehingga penyakit Kusta bukan diakibatkan oleh perilaku seseorang ataupun kutukan.


6. Penyakit orang miskin

Penyakit kusta mudah menyebar di pemukiman kumuh dan kurang gizi. Akan tetapi, penyakit kusta sangat mungkin diderita oleh seseorang yang mampu secara finansial, namun memiliki imun tubuh yang lemah.  


7. Bukan penyakit yang serius.

Apabila tidak segera diobati, penyakit kusta dapat memicu beberapa komplikasi serius, contohnya kerusakan syaraf, berkurangnya fungsi pengelihatan, hingga cacat permanen di beberapa bagian tubuh


8. Menyebabkan jari tangan dan kaki patah.

Kusta tidak langsung mengakibatkan jari tangan, jari kaki, atau anggota lain patah. Akan tetapi, peradangan yang parah dapat menyebabkan luka yang sulit diobati sehingga harus diamputasi.


9. Pengidap kusta harus diisolasi & diasingkan.

Pengidap penyakit kusta yang sedang menjalani pengobatan dengan antibiotik, dapat hidup dengan normal diantara keluarga, kerabat, dan berbaur dengan masyarakat.


Berdasar fakta diatas, Hari Kusta sedunia atau World Leprosy Day (WLD) yang mana diperingati setiap minggu terakhir bulan Januari memberi kesempatan bagi pengidapnya untuk merayakan kehidupan yang lebih layak, meningkatkan kesadaran terhadap tanda dan gejala penyakit kusta, serta mengatasi stigma yang beredar di masyarakat.


WHO menilai, orang-orang yang mengidap kusta cenderung menghadapi tantangan kesejahteraan mental karena stigma, diskriminasi dan isolasi. Dengan adanya Hari Kusta Sedunia, WHO mengajak masyarakat agar menghargai mereka yang mengidap penyakit tersebut. 


Hari Kusta sedunia  tahun ini mengangkat tema "Bersatu Untuk Martabat". Kampanye tersebut menyerukan persatuan untuk menghormati martabat orang yang pernah terjangkit penyakit kusta sekaligus kesempatan bagi masyarakat dunia untuk merayakan orang yang pernah mengalami kusta, meningkatkan kesadaran terhadap penyakit dan menyerukan bebas stigma juga diskriminasi terhadap penyintas kusta.


Menumbuhkan Mental well-being


Setiap Individu pastilah mendambakan kondisi yang sehat baik fisik maupun mentalnya seperti rasa bahagia dan sejahtera serta dihargai orang lain, sehingga dapat melakukan aktivitas kehidupan secara produktif di tengah masyarakat.


American Psychological Association (APA) mendefinisikan well-being sebagai keadaan yang memiliki rasa bahagia, kepuasan, tingkat stres yang rendah, sehat secara fisik dan mental serta menjaga kualitas hidup yang baik. Individu yang memiliki well-being tinggi akan senantiasa menjaga kesehatan mental dan fisiknya agar mampu mengatasi tantangan, mencapai kebahagiaan dan kepuasan dalam hidupnya.


Upaya untuk membantu mengelola positive mental health dapat dilakukan berupa teknik mengelola diri secara positif, dimulai perubahan gaya hidup positif, mencari dukungan positif dari teman, menjaga kesehatan fisik, dan melakukan aktivitas yang positif. Selain itu, dasar dari well-being dan positive mental health berupa kebersyukuran (gratitude) dalam arti rasa syukur atas segala sesuatu yang telah atau belum diperoleh sehingga akan meningkatkan kebahagiaan saat ini dan harapan di masa yang akan datang.


Terkait dengan penyakit Kusta, tidak saja merupakan penyakit yang menyerang tubuh, namun bisa menggoyahkan mental mereka yang terinfeksi. Itu sebabnya pakar medis pun menyebut kusta merupakan salah satu penyakit yang paling distigmatisasi di bumi karena kusta sejak lama memunculkan cap buruk yang bermacam-macam di lingkungan masyarakat sehingga kian menambah berat penderitanya.


Maka daripada itu, selain pengobatan medis, Menumbuhkan Mental well-being adalah yang terpenting, dimana dukungan dari keluarga, lingkungan terdekat maupun masyarakat sebagai kunci penyembuhan bagi penderita penyakit kusta. Pendekatan keluarga maupun lingkungan terdekat penting diterapkan dalam upaya pencegahan dan deteksi dini penyakit kusta serta pengobatan sesegera mungkin untuk mencegah kecacatan serta memutus mata rantai penyebaran. Selainnya, pemberian informasi yang benar dan intensif kepada masyarakat diyakini dapat menghapus stigma-stigma itu, sehingga sangat membantu pemulihan penderita kusta dan menekan kasus penularan penyakit ini di Indonesia.


Dalam satu kesempatan, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno bangga dengan seorang penyintas kusta ibu Kusimah, 44, yang bersemangat menciptakan produk ecoprint. Sandi langsung memesan 10 apron ecoprint produknya dalam acara Apresiasi Kreasi Indonesia (AKI) 2022 di Pontianak, Kalimantan Barat, Minggu (31/7).


Mantan Wakil Gubernur DKI Jakarta tersebut dibuat kagum dan bangga melihat semangat dari Kusimah. Sebab Kusimah memiliki kekurangan fisik akibat kusta yang pernah dideritanya, serta usia yang tidak muda lagi. Namun Kusimah masih berani mencoba hal baru dengan mempelajari pembuatan ecoprint guna meningkatkan kualitas hidupnya.


|Kusimah, penyintas kusta memamerkan hasil karyanya|www.jawapos.com

Kesimpulannya, bahwa semakin banyak aktivitas positif yang dilakukan penyintas kusta,  ditambah dukungan keluarga dan masyarakat, maka mental well-being mereka akan meningkat secara signifikan dalam beraktivitas disertai dengan perasaan bahagia.


Menuju Eliminasi Kusta 2024


Di era serba digital seperti sekarang, arus informasi sangat mudah menyebar luas di kalangan masyarakat. Hampir setiap orang memanfaatkan pemakaian jaringan internet untuk mengakses ragam pemberitaan dari media online, baik melalui smartphone maupun media elektronik lain.


Di sisi lain, maraknya informasi tidak valid dan tidak terbukti kebenarannya, cenderung membuat masyarakat keliru dalam memahami isu tersebut. Penyebaran informasi yang terjadi justru berujung diskriminasi yang bertambah.


Masih banyak mitos kusta di kalangan masyarakat karena informasi yang keliru menjadikan kusta dianggap sebagai sebuah kutukan atau dipercayai sebagai suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan. Padahal, faktanya tidaklah demikian,


Akibat dari stigma ini, penyintas kusta tidak dapat melanjutkan pendidikan, sulit mendapat pekerjaan, diceraikan oleh pasangan, dikucilkan oleh lingkungan, ditolak di fasilitas umum bahkan fasilitas pelayanan kesehatan. Sehingga penderita semakin sulit dideteksi dan diobati.


Kementerian Kesehatan menargetkan eliminasi kusta di tahun 2024 mendatang. Namun demikian, upaya eliminasi kusta di Tanah Air masih dihadapkan pada berbagai tantangan. Salah satunya masih adanya stigma dan diskriminasi terhadap keluarga dan penderita kusta.





Setelah mengetahui buruknya stigma dan diskriminasi sosial terhadap penyakit Kusta dan pengidapnya, lantas apa yang bisa kita perbuat untuk membantu mereka memerangi stigma dan diskriminasi terhadap penyakit Kusta? Yang pertama dan yang terpenting: memahami. Pahami sejarahnya; pahami perjalanan penyakit, gejala, dan penularannya; serta pahami apa saja bentuk stigma dan diskriminasi yang mereka alami dan bagaimana imbasnya. Setelahnya, sebarkan pemahaman tersebut ke sekitar kita, tingkatkan frekuensi pembahasan mengenai fakta dari penyakit Kusta, hingga di titik dimana kata “Kusta” bukan menjadi momok yang menakutkan bagi masyarakat, dan di titik dimana kita dapat melihat mereka, para pengidap penyakit Kusta sebagai manusia.


Selainnya, kehadiran media digital hendaknya dapat dimaksimalkan agar mampu menjadi sarana edukasi dan advokasi dalam pengurangan stigma terhadap orang yang pernah mengalami kusta dan penyandang disabilitas. Untuk itu, sensitisasi bagi  bloggers khususnya menjadi penting dalam upaya menumbuhkan kepekaan  terhadap isu terkait. Harapannya, produk konten yang diproduksi oleh bloggers tidak lagi memunculkan pernyataan negatif yang menimbulkan stigma baru. 


Mengangkat tema nasional “Hapuskan Stigma dan Diskriminasi Kusta”, diharapkan peringatan HKS 2022 menjadi momentum bagi seluruh elemen bangsa untuk menggiatkan kegiatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sebagai upaya untuk mencapai eliminasi kusta di tahun 2024 mendatang. Jadi, mari berkolaborasi bersama  untuk menuju Indonesia bebas kusta. Sebarkan informasi yang benar tentang kusta dan dukung penderita kusta untuk bisa sembuh.


Referensi :


Hari Kusta Sedunia, Begini Sejarah-Peringatan Tahun Ini

9 Mitos Penyakit Kusta yang Perlu Diketahui!

Mari Bersama Hapuskan Stigma dan Diskriminasi Kusta di Masyarakat

Menuju Eliminasi 2024, Kemenkes Ajak Masyarakat Hapus Stigma Dan Diskriminasi Kusta 

Melihat Penyintas Kusta Semangat Ciptakan Produk Ecoprint di Pontianak

Positive Mental Health untuk Mewujudkan Well-Being




Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.