Pembiayaan UMI, Bangkitkan UMKM Indonesia Go Digital Dan Go Global
Saat ini,
tantangan bangsa Indonesia tidak lagi dalam konteks berjuang menghadapi musuh
berupa negara-negara penjajah asing. Penjajahan yang demikian merupakan
tantangan satu abad hingga tujuh dekade yang lalu, ketika kolonialisme masih
menjadi bagian dari interkoneksi antarbangsa. Tantangan pada masa kini, yang
dinominasi oleh teknologi digital, tentu sangat berbeda. Demikian, Pengenalan pahlawan yang penuh glorifikasi dan
pemujaan sudah seharusnya diubah menjadi pewarisan nilai-nilai universal yang
relevan dengan tantangan zaman.
Bondan
Kanumoyoso, sejarawan Universitas Indonesia (UI), menyatakan bahwa cara
kita memaknai pahlawan bangsa masih meninggalkan jurang lebar dengan realitas
generasi ini. Pelajaran sejarah hanya berhenti pada glorifikasi masa lalu yang
tidak relevan dengan masa sekarang.
Kalimat
Bondan ini tentu saja bukan ingin mengecilkan peran atau bukan pula ingin
melupakan sejarah para pahlawan di masa lalu. Bondan ingin menyampaikan pesan
bahwa ketika zaman berubah, maka perspektif masyarakat juga berubah, termasuk
dalam memaknai sosok pahlawan. Glorifikasi terhadap pahlawan perjuangan
kemerdekaan tetap harus disampaikan, namun perlu diimbangi dengan memberikan
informasi mengenai para pahlawan kekinian yang lebih dikenal oleh generasi masa
kini (millenial), karena ada di tengah-tengah situasi sosial mereka sekarang.
Dengan
mengakomodasi persepsi tersebut diatas
maka pahlawan tidak hanya menjadi masa lalu dari orang-orang yang sudah
almarhum. Tapi pahlawan juga adalah tokoh masa kini (living heroes) yang akan
membawa Indonesia ke depan sebagai bangsa yang sejajar dengan bangsa-bangsa
maju lainnya.
Saat ini,
pelaku UMKM merupakan pahlawan bangsa, atau lebih tepatnya pahlawan ekonomi
nasional. Dengan jumlah UMKM saat ini yang mencapai 65,4 juta, UMKM
Indonesia telah berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar
61,07% atau senilai Rp8.573,9 triliun, lebih tinggi dari usaha besar yang
mencapai Rp5.464,7 triliun. Hal ini menjadikan UMKM sebagai salah satu pilar
terpenting dalam perekonomian Indonesia.
Sektor ini
juga mampu menyerap 97% dari total tenaga kerja yang ada, atau sebanyak 117
juta pekerja. Dimana usaha mikro menyerap 107,4 juta pekerja, usaha kecil
menyerap 5,8 juta pekerja, dan usaha menengah menyerap 3,7 juta pekerja.
Kontribusi
besar UMKM terhadap PDB nasional dan kemampuannya dalam menyerap tenaga kerja
sebanyak 97%, tidak heran menjadikan UMKM sebagai pahlawan ekonomi nasional.
Namun
demikian, sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) menjadi salah satu sektor
yang paling terdampak parah dari adanya pandemi Covid-19. Pada tahun 2020 Kamar
Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan 30 juta UMKM menjadi bangkrut
karena dampak pandemi ini. Sementara di tahun 2021, Bank Indonesia (BI)
menyebut bahwa 87,5 persen UMKM omzetnya turun hingga 15 persen.
Dari sekian banyak UMKM tersebut, sebagian besar diantara mereka terkendala
modal kerja atau modal usaha untuk bisa menjalankan aktivitas bisnisnya yang
tergerus untuk konsumsi selama pandemi.
Dalam situasi
yang belum sepenuhnya kondusif, hadirnya pinjol atau fintech lending
ibarat sebuah angin surga bagi masyarakat. Tak sedikit yang tergiur iming-iming
“easy money” yang ditawarkan oleh para perusahaan pinjol tersebut. Tak sedikit
pula pelaku usaha kecil atau mikro yang memanfaatkan kehadiran pinjol ilegal
untuk memperoleh modal usaha. Akan tetapi banyak pula yang akhirnya tidak
sanggup karena bunga pinjol yang sangat mencekik, meresahkan bahkan berpotensi membahayakan keselamatan
peminjam maupun orang-orang disekitar peminjam. Belum lagi jika membahas topik kebocoran data pribadi
masyarakat di internet yang kemudian dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak
bertanggungjawab.
Sebelum ramai pinjol ilegal, sebetulnya juga ada bank harian yang biasa disebut bank plecit. Modusnya persis sama dengan pinjol, yakni dengan mengenakan bunga tinggi. Namun para peminjamnya tidak dipermalukan di media sosial.
Di sisi lain perencanaan usaha yang belum
matang menjadikan pelaku usaha kecil ini rentan tumbang sehingga sangat mudah
dimanfaatkan oleh oknum pinjaman online ilegal untuk masuk jerat.
UMI, Mitra Pahlawan Ekonomi
Bagi pelaku usaha mikro, sebenarnya masih banyak pilihan modal usaha
lainnya yang bisa dimanfaatkan. Dikala pinjol lebih dekat kepada praktik
rentenir, maka pembiayaan kredit Ultra Mikro (UMI) dapat menjadi alternatif
ditengah cekaknya permodalan.
Siti Khadijah
dan suaminya, misalnya, akhirnya bisa bernapas lega. Pasutri pedagang nasi uduk
ini, akhirnya mendapatkan pinjaman awal dari
Koperasi Mitra Dhuafa atau Komida sebesar Rp1 juta yang kemudian terus
bertambah seiring perkembangan usahanya. Komida merupakan salah satu penyalur
kredit Ultra Mikro (UMi) melalui pengawasan PT Bahana Artha Ventura (BAV) yang
berkoordinasi ke PIP di bawah naungan Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Kementerian Keuangan.
Karena
letaknya yang strategis di pinggir jalan Desa Mampir, tepat di belakang tempat
wisata Taman Buah Mekar Sari, Bogor, lokasi berjualan Siti Khadijah menjadi
persinggahan bagi orang yang lalu lalang sepulang kerja dari pukul 16.00 sampai
pukul 23.00. Nasi uduk menjadi penambal lapar sebelum melanjutkan perjalanan
menuju rumah. Penghasilan bersih yang ia dapatkan saat ini mencapai Rp 300.000/
harinya.
“Alhamdulillaah…
Puji syukur selalu kupanjatkan kepada Allah atas berkah nikmat-NYA selama ini
untuk keluargaku. Berkat-NYA, saat ini kami sudah bisa membangun rumah baru,
memiliki kendaraan dan anak-anakku telah lulus sekolah. Suamiku pun akhirnya
berhenti menjadi guru honorer dan membantu mengembangkan usaha kami,” ucapnya,
seperti dirilis https://www.kemenkeu.go.id/umi
Sebagai informasi, pembiayaan UMI adalah produk pembiayaan dari Badan Layanan Umum Kementerian Keuangan yaitu Pusat Investasi Pemerintah (PIP) yang secara perundang-undangan diberikan tugas dan kewenangan untuk menghimpun dan menyalurkan pembiayaan/kredit kepada masyarakat melalui pihak penyalur sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 193 Tahun 2020 tentang Pembiayaan Ultra Mikro, bahwa fasilitas pembiayaan yang diberikan dapat menggunakan mekanisme konvensional maupun pembiayaan dengan prinsip syariah.
Singkatnya, UMI adalah bantuan pinjaman modal dari pemerintah dalam upaya membantu para pahlawan mikro atau kecil yang belum bisa diberikan fasilitas perbankan melalui program KUR (Kredit Usaha Rakyat)
Di era
perdagangan bebas ini, pemerintah berharap masyarakat bisa memanfaatkan
fasilitas negara seperti KUR dan Kredit UMl. Selain menguntungkan bagi diri
sendiri, membuat bisnis atau usaha sendiri akan meningkatkan produk dalam
negeri sehingga bisa dipasarkan ke luar negeri. Lalu, apa perbedaan dari KUR
dan Kredit UMl ini?
Lembaga
Penyalur dan Prosedur Pinjaman
Jika dilihat dari lembaga penyalurnya, KUR diberikan melalui perbankan maka
dari itu prosedur pinjamannya menggunakan mekanisme perbankan.
Sedangkan
lembaga penyalur UMI adalah LKBB (Lembaga Keuangan Bukan Bank), sehingga
mekanismenya pun mengikuti LKBB yang mana pendanaannya berasal dari APBN,
kontribusi pemerintah daerah dan lembaga-lembaga keuangan, baik domestik maupun
global dan disalurkan melalui LKBB.
Saat ini, lembaga
yang menyalurkan pembiayaan UMI antara lain: PT Pegadaian (Persero), PT Bahana
Artha Ventura, serta PT Permodalan Nasional Madani (Persero).
Penerima Pinjaman
Penerima program bantuan UMI adalah para pelaku usaha ultra mikro sedangkan
penerima KUR adalah pelaku usaha mikro dan kecil.
Plafon dan
Tenor Pinjaman
Selanjutnya dari besaran plafon dan jangka waktu pinjaman, untuk UMI adalah
maksimal plafon sebesar Rp10 juta dengan jangka waktu relatif pendek yaitu
kurang dari 52 minggu.
Sedangkan
KUR, besaran pinjaman sampai dengan Rp25 juta hingga sebesar Rp500 juta dengan
jangka waktu lebih dari 1 tahun.
Agunan dan
Pendampingan
Pada program UMI, pembiayaan tidak ada agunan dan pemberian pendampingan dan
atau pelatihan bersifat wajib. Sedangkan pada KUR diperlukan agunan sesuai
ketentuan perbankan untuk usaha kecil dan tidak wajib dilakukan pemberian
pendampingan.
Konsep
Dukungan Pemerintah
Konsep dukungan pemerintah untuk UMI adalah melalui PIP memberikan pinjaman ke
LKBB dengan suku bunga sebesar 2-4%. Sedangkan konsep dukungan pemerintah untuk
KUR berupa subsidi bunga.
Dapat
dipastikan, hadirnya UMI sebagai mitra pembiayaan bagi pahlawan ultra mikro
adalah bagian dari pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs) yaitu pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan
berkelanjutan.
Pembiayaan
UMI, Bangkitkan UMKM Indonesia Go Digital Dan Go Global
Digital
skills tak bisa ditawar lagi sebagai suatu keterampilan yang harus dimiliki
setiap individu agar bisa bertahan di masa pandemi. Keterampilan digital akan sangat
berguna di era teknologi internet seperti sekarang termasuk untuk para pemilik
bisnis UMKM.
Terkait pengembangan
kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM), Presiden Joko Widodo pada tanggal 21 Mei
2021 lalu telah meluncurkan Program Literasi Digital Nasional “Indonesia Makin
Cakap Digital”.
Harapannya melalui gerakan ini dapat mendorong berbagai inisiatif melalui kerja-kerja konkret di tengah masyarakat termasuk UMKM agar makin cakap memanfaatkan internet untuk kegiatan edukatif dan produktif.
Sementara, TERINTEGRASINYA ekosistem usaha wong cilik di segmen ultramikro melalui Holding Ultra Mikro (UMI) akan memperluas akses permodalan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) go global dan berhasil on-boarding di marketplace internasional. Hal tersebut tentu sejalan dengan program Nawacita poin ke 6 yaitu meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional.
Tidak sampai disitu saja, berikut gambaran manfaat Kredit Ultra Mikro yang benefitnya didapat
nasabah UMI
Pertama, pembiayaan dengan prinsip syariah
Tentu hal ini
dapat menjadi sebuah berita gembira bagi para pelaku usaha mikro di tengah
banyak beredarnya situs pinjol (apalagi yang ilegal), bahwa secara syariah
masih ada model pembiayaan yang relatif ringan dan dapat dimanfaatkan oleh para
pelaku usaha kecil untuk memperoleh modal bagi pengembangan usahanya.
Secara
syariah, pihak penyalur dapat menggunakan prinsip-prinsip pembiayaan syariah
seperti wakalah al murabahah (pihak Penyalur mewakilkan pembelian
barang kepada debitur untuk kemudian digunakan sebagai modal/barang
dagangan), mudharabah (prinsip kerja sama antara Penyalur dengan
debitur dengan bagi hasil dan resiko ditanggung Penyalur), atau juga ijarah (sewa)
Kedua, turunkan praktik rentenir
Jiwa dan
semangat dalam sinergi ekosistem sektor ultra mikro ini adalah gotong royong
dan tolong menolong. Manfaat positif dari sinergi BUMN ultra mikro, tentunya
akan dirasakan para pelaku UMKM karena mereka
berpeluang besar mendapat pembiayaan berbunga rendah di masa depan. Hal Ini
penting karena banyak pelaku usaha yang masih mendapatkan pendanaan dari
rentenir dan pinjaman online ilegal alias bodong.
Ketiga, naik kelas
Diharapkan
pembiayaan UMI akan meningkatkan kemampuan usaha pelaku mikro. Dengan begitu
usaha mikro tidak terus menerus dominan dalam UMKM yang besarannya mencapai 90%
dari total ususah Satu tahun mendapat pembiayaan ultra mikro, kemudian menjadi
usaha kecil, seterusnya naik kelas lepas dari kategori UMKM, sehingga kedepan berkembang
menjadi usaha besar dan mampu bersaing secara global.
Karenanya tak hanya sektor pembiayaan yang digarap UMI, lebih daripada itu Revolusi Industri 4.0 mendorong berbagai negara di dunia untuk terus berinovasi dalam ranah perekonomian digital. Kedepan yang harus terus diupayakan, yaitu literasi manusianya. Manusia yang benar-benar aware bahwa jaman sudah berubah. Kalau tidak melakukan perubahan, masih konvensional, masih mengandalkan pertemuan-pertemuan fisik, agak berat untuk bersaing. UMKM yang masih menjalankan bisnisnya secara konvensional masih bisa bertahan, tetapi harus blended, yaitu menyediakan platform untuk berjualan online, sembari tetap menjalankan bisnis secara konvensional.
Leave a Comment