Prasasti Talang Tuwo, Merapal Masa Depan Bumi Tanpa Jejak Karbon


Pemanfaatan sumber daya alam secara seimbang dan memperhatikan aspek kelestarian telah dipraktikkan di Bumi Sriwjaya sejak ribuan tahun lalu di masa Dapunta Hyang Sri Jayanasa. 


Wikipedia.org


Bukti sejarah dalam Prasasti Talang Tuwo, menggambarkan, bagaimana Dapunta Hyang Sri Jayanasa tidak hanya mengamanatkan rakyatnya agar menanam berbagai jenis tanaman, serta menjaga kelestarian binatang di Kerajaan Sriwijaya, tetapi juga mengelola lingkungan dengan menerapkan prinsip kelestarian. Dalam prasasti talang tuwo juga digambarkan adanya bendungan-bendungan dan telaga yang berfungsi sebagai daerah resapan air, sehingga Bumi Sriwijaya terhindar dari bencana banjir. Hal ini dikarenakan telah diterapkannya sistem pengelolaan tata air yang baik disertai dengan penanaman jenis tanaman yang sesuai dengan kondisi lingkungan Taman Sri Ksetra. 


Hal tersebut juga turut menjadi bukti bahwa leluhur masyarakat Indonesia khususnya Sumatera Selatan telah menancapkan tonggak sejarah konservasi di Bumi Sriwijaya. Telah ada kesadaran di dalam pengelolaan lingkungan pada masa Kerajaan Sriwijaya yang memandang bahwa lingkungan yang ada saat itu merupakan lingkungan yang akan diwariskan kepada generasi mendatang sehingga diperlukan pengaturan dalam pemanfaatannya agar tetap lestari (sustainable). Nilai penting dari Prasati Talang Tuwo adalah adanya tiga unsur penting dalam mengelola lingkungan yaitu tata ruang, tata kelola dan tata manfaat (Yenrizal, 2017)


Jejak Karbonku


Dewasa ini, setiap barang yang kita gunakan atau kita konsumsi akan meninggalkan jejak karbon, lho! Kok bisa? Yap, karena setiap barang yang kita gunakan atau konsumsi, melibatkan aktivitas manusia, mulai ekstraksi bahan baku, proses produksi, proses distribusi, hingga barang tersebut sampai di tangan kita dan berakhir menjadi gunungan sampah.


Next. kita mungkin butuh membaca surat kabar dipagi hari ditemani secangkir kopi atau teh. Tapi tahukah anda, surat kabar menyumbang jejak karbon sebanyak 800g CO2 karena melibatkan banyak sumber daya dan aktivitas manusia, belum lagi bahan baku pulp berasal dari kayu hutan yang menghasilkan gas rumah kaca. Sedangkan secangkir kopi atau teh  yang kita seduh menyumbang setidaknya 71g CO2.  Hal ini disebabkan proses perkebunan, pengolahan, pengemasan, distribusi, hingga akhirnya kopi atau teh tersebut dapat kita konsumsi. 


Aktivitas selanjutnya adalah memasak untuk sarapan anggota keluarga. Satu kali memasak dengan menggunakan kompor gas menyumbang setidaknya 2.400 g CO2. Semakin lama waktu yang diperlukan saat memasak, semakin tinggi pula jejak karbon yang dihasilkan.


Beralih pada perangkat elektronik seperti handphone dan laptop yang kita gunakan sepanjang hari. Laptop 21 inch misalnya, memiliki jejak karbon sebesar 720 kg CO2 bahkan sebelum kita gunakan simply dari proses produksi dan distribusi.


Kemudian, jika kita memilih untuk berangkat dengan menggunakan mobil pribadi. Dengan muatan satu orang penumpang bisa menghasilkan hingga 310g CO2 per km. Jika jarak rumah ke tempat kerja 10 km, maka jejak karbon yang dihasilkan dari perjalanan tersebut adalah 3.100g CO2!


Laper? pesanan Cheeseburger  diantar oleh abang ojek yang menyumbangkan emisi karbon sebesar 1.300g CO2. And the cheeseburger? definitaly a mistake! Karena daging sapi memilki jejak karbon yang paling besar dibandingkan bahan makanan yang lain. Satu buah burger keju diperkirakan menyumbang jejak karbon sebesar 2.500g CO2!


cleanomic.co.id



Indonesia termasuk 10 besar negara dengan emisi terbesar di dunia. Maka penting memandang kesadaran perorangan untuk menghitung emisi karbonnya dan menjalankan gaya hidup rendah emisi akan berkontribusi terhadap pencapaian target pengurangan emisi.


Untuk mengurangi emisi karbon, kita bisa menghitung lewat kalkulator carbon yang tersedia di platform-platform berbasis lingkungan. Institutential Services Reform (IESR) misalnya, secara resmi meluncurkan alat penghitung emisi/jejak karbon untuk individu bernama “Jejakkarbonku.id”. Aplikasi kalkulator karbon berbasis website ini dikembangkan oleh IESR untuk menyempurnakan perangkat serupa yang sudah dimiliki IESR sejak 2012. Pemutakhiran Jejakkarbonku.id ini diharapkan dapat membantu kita menghitung jumlah emisi dari kegiatan sehari-hari secara lebih komprehensif, sekaligus memberikan rekomendasi cara untuk mengurangi emisi pribadi.


Pada kalkulator jejak karbon tersebut, juga akan dicontohkan kegiatan sehari-hari kita yang menghasilkan karbondioksida (C02). Misalnya, penggunaan hair dryer selama satu jam akan menghasilkan 891 gram CO2, menyalakan lampu selama 24 jam akan menghasilkan 214 gram CO2, menggunakan AC selama satu jam menghasilkan 668 gram CO2, 10 jam menyalakan televisi akan menghasilkan 1.114 gram CO2, menggunakan 10.000 lembar kertas yang belum didaur ulang akan menghasilkan 2.268.000 gram CO2 dan masih banyak yang lainnya.


Jejak karbon juga biasa dideskripsikan sebagai “carbon dioxide equivalent” atau “CO2e. Istilah CO2e ini yang kemudian kita gunakan untuk menghitung dan mendeskripsikan jejak karbon yang dihasilkan dari setiap aktivitas kita.

Semakin tinggi nilai indeks jejak karbon yang kita hasilkan, artinya semakin tinggi konsentrasi gas rumah kaca yang ada di atmosfer. Konsentrasi gas rumah kaca yang semakin tinggi akan menyebabkan suhu bumi semakin meningkat dan akhirnya berujung pada perubahan iklim.


Urban Farming


Urban farming menjadi salah satu solusi dalam ikut menjamin ketahanan pangan serta menciptakan ruang-ruang terbuka hijau, yang memang sangat dibutuhkan bagi kesehatan lingkungan.


istockphoto.com

Luc Mougeot (2001) menyebutkan antara lain bahwa urban farming adalah industri pertanian yang berlokasi di dalam kawasan perkotaan atau di pinggiran perkotaan, maupun di kawasan metropolitan, dengan fokus memproduksi, memproses, dan mendistribusikan beragam produk bahan makanan dengan menggunakan sumber daya dan material yang tersedia di dalam dan di sekitar wilayah perkotaan.


Bayangkan jika bahan pangan yang mesti kita datangkan dari tempat-tempat lain bisa kita hasilkan sendiri dari lingkungan kita, tanpa harus menempuh perjalanan yang jauh, dan tanpa membutuhkan bahan bakar fosil untuk mengangkutnya. 


Dengan demikian, kita turut berperan mereduksi emisi karbon yang dilepaskan ke udara. Dan ini berarti kita ikut pula menjadikan kualitas udara lebih bersih dan juga membikin suhu sekitar lebih stabil.


Pelaksanaan urban farming tidak melulu harus selalu membutuhkan lahan yang luas dan juga modal yang besar, urban farming dapat dilakukan oleh siapa saja, termasuk rumahtangga maupun perseorangan, dengan lahan yang tidak terlalu luas dan modal yang tidak besar. Di teras rumah, bahkan di atas atas atap rumah, kita bisa dengan mudah melakukan urban farming. 


Mengingat manfaatnya yang tidak kecil, sudah selayaknya urban farming menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kebijakan pertanian nasional maupun bagian dari perencanaan kota secara keseluruhan. Dengan demikian, manfaat yang akan dihasilkannya pun akan bertambah besar dan dirasakan oleh lebih banyak kalangan.


Kembali lagi, dengan mengetahui sejarah konservasi di Bumi Sriwijaya melalui Prasasti Talang Tuwo, spirit Sang Baginda Sri Jayanasa di dalam pengelolaan lingkungan dapat menggugah kesadaran bersama masyarakat  modern tentang arti penting konservasi. Tidak hanya konservasi bagi tumbuhan dan satwanya, tetapi juga konservasi tanah dan air, yang pada akhirnya dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. 


Selain itu juga meneladani apa yang menjadi prinsip Sang Baginda Sri Jayanasa bahwa alam merupakan harta yang harus kita wariskan untuk generasi mendatang dalam kondisi yang baik atau lebih baik dari saat ini, sehingga di masa mendatang generasi penerus kita tidak akan menghadapi berbagai persoalan alam yang dapat menyengsarakan kehidupan mereka.


Aktualisasi amanat Sang Baginda Sri Jayanasa yang terpahat dalam Prasasti Talang Tuwo harus diejawantahkan secara riil dalam kehidupan. Mulai dari hal yang kecil, mulai dari diri sendiri dan mulai saat ini.



Referensi :


https://balaiksdasumsel.org/mengenal-prasasti-talang-tuwo--bukti-sejarah-konservasi-di-bumi-sriwijaya

https://sustaination.id//jejak-karbon/

https://sustaination.id//menghitung-jejak-karbon-dalam-satu-hari/

https://www-mongabay-co-id.cdn.ampproject.org/v/s/www.mongabay.co.id/2020/08/01/urban-farming-dan-kontribusinya-bagi-pengurangan-jejak-karbon/amp/?usqp=mq331AQIUAKwASCAAgM%3D&amp_js_v=a9&amp_gsa=1#referrer=https%3A%2F%2Fwww.google.com&csi=1&ampshare=https%3A%2F%2Fwww.mongabay.co.id%2F2020%2F08%2F01%2Furban-farming-dan-kontribusinya-bagi-pengurangan-jejak-karbon%2F


Artikel ini diikutsertakan dalam lomba konten jejakkarbonku 2023 #jejakkarbonku.id #iesr #generasienergibersih










Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.