Mendamba Kota Livable Ramah Disabilitas


Menjadi penyandang disabilitas tentu tidak sekedar ujian hidup, namun juga menjadi tantangan untuk menaklukan ketidakberdayaan yang kerap dipandang sebelah kata orang lain. Ditambah Ketiadaan sarana pendukung bagi mereka yang terkendala fisik, utamanya di fasilitas umum kerap menyulitkan mereka.

Seperti yang dirasakan Annisa. ia merasa selalu “dianaktirikan”. Banyak fasilitas umum yang belum ‘ramah’ bagi penyandang disabilitas seperti dirinya. Untuk sampai ke peron kereta misalnya, Annisa mesti menaiki banyak anak tangga. Dia kesulitan menaiki tiap anak tangga dengan satu tongkat yang menyangga tubuhnya.


Annisa Velayati (22), adalah mahasiswi sebuah perguruan tinggi di Jakarta Selatan. Kecelakaan  lalu lintas pada 2020 telah mengubah hidupnya. Kaki kanan, meski masih utuh, tak lagi bisa digerakkan. Karena itu, dia harus menggunakan tongkat penyangga untuk berjalan.


Sejak kali pertama Annisa menggunakan tongkat penyangga, fasilitas yang memudahkannya untuk melewati tiap anak tangga di peron, tak kunjung ada hingga kini. Mirisnya, petugas di sana pun hanya melepas pandang saat Annisa menaiki tangga dan kereta. 


Gadis asal Depok ini mengaku, setiap kali hendak bepergian selalu merasa membutuhkan bantuan orang lain. Misalnya untuk menaiki tangga saat di stasiun atau kampus, menggunakan eskalator saat berada di mal, menyeberang jalan, serta saat menggunakan transportasi umum. 


Hal tersebut tidak jarang membuat Annisa merasa malu dan kurang percaya diri pada awal-awal berada di tempat umum. Tetapi seiring berjalannya waktu, dia bisa menerima hal itu. Dia menganggap kekurangannya sebagai tantangan yang harus bisa ditaklukan. 


Mahasiswi ini meyakini, di luar sana masih banyak teman-teman penyandang disabilitas yang mengalami kesulitan sepertinya. Itu karena masih banyak kota yang belum memiliki fasilitas umum yang ramah difabel. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya fasilitas umum yang belum memiliki layanan yang mendukung para difabel untuk menggunakannya. 


Sinar Mas Land Menuju Livable City

Pengertian Livable City dari perspektif secara umum adalah kota yang layak huni dimana masyarakat nya dapat mencari pekerjaan, melayani kebutuhan dasar termasuk air bersih dan sanitasi, memiliki akses untuk mendapatkan pendidikan dan kesehatan yang layak, hidup dalam komunitas yang aman dan lingkungan yang bersih. 


Dapat dikatakan bahwa Livable City merupakan gambaran sebuah lingkungan dan suasana kota yang nyaman sebagai tempat tinggal dan sebagai tempat untuk beraktifitas yang dilihat dari berbagai aspek, baik aspek fisik (fasilitas perkotaan, prasarana, tata ruang, dll) maupun aspek non-fisik (hubungan sosial, aktivitas ekonomi, dll)


Sinar Mas Land sebagai pengembang yang peduli terhadap kehidupan masyarakat yang lebih baik tengah bergerak menuju pengembangan livable city di setiap proyek yang dikelola. Sinar Mas Land mengembangkan livable city dengan 4 pilar sebagai konsep pembangunannya: Live, Learn, Work, and Play.


Live mengacu pada sarana dan prasarana yang mendukung kebutuhan hidup masyarakat, seperti: hunian, pusat perbelanjaan, ruang publik, akses jalan, dan keamanan.


Learn mengacu pada sarana dan prasarana yang mendukung kebutuhan pendidikan masyarakat, seperti: sekolah formal, sekolah vokasional, sekolah dasar hingga atas, serta universitas nasional dan internasional.


Work mengacu pada sarana dan prasarana yang mendukung kebutuhan profesional dan lapangan kerja, seperti: pusat perkantoran, green office, kota industry, serta area komersial.


Play mengacu pada sarana dan prasarana yang mendukung kebutuhan emosional dan rekreasi masyarakat, seperti: pusat olahraga, taman rekreasi, exhibition halls, hingga pusat kuliner.


Mengusung konsep ‘Live Work Play’, Salah satu proyek yang terus dibangun adalah Upper West BSD City, sebuah tempat yang terintegrasi dimana penghuninya dapat melakukan aktivitas pekerjaan, bertempat tinggal, dan sekaligus bisa menikmati hiburan dari fasilitas yang sangat lengkap. 


Proyek multifungsi ini mencakup small office home office (SOHO), apartemen, perkantoran, ruang pertemuan komunal, ruang membaca bersama, pusat perawatan anak, ruang bermain, pusat kebugaran, dan sebagainya.


Dari sisi lingkungan, Sinarmas Land mengembangkan berbagai fasilitas untuk menunjang keseharian masyarakat BSD City seperti Eka Hospital, Aeon Mall, The Breeze dan ICE. Mobilitasinya pun didukung dengan berbagai transportasi publik mulai dari shuttle bus, feeder bus, bis Trans Jakarta dan kereta Commuter Line melalui Stasiun Cisauk di Intermoda BSD City dan Stasiun Rawa Buntu. BSD City secara keseluruhan disiapkan untuk menjadi integrated smart digital city  guna  mendukung transformasi ekonomi digital era 4.0.


Demikian frasa yang diciptakan Sinarmas Land. Properti gaya hidup yang menyasar generasi Y dan Z atau kerap disebut Gen-YZ ini mengakomodasi seluruh kebutuhan mereka yang melek teknologi dan digitalisasi seluruh aspek kehidupan. BSD didesain agar penghuninya bisa bekerja dengan mengaplikasikan teknologi tinggi, yakni Smart System dan Internet of Things (IoT) dengan kecepatan internet yang sangat tinggi sesuai dengan kebutuhan pada masa kini.

Ramah Disabilitas

Livable dalam desain pembangunan suatu kota harus mengupayakan kesetaraan hak bagi semua warga masyarakat, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan atau diabaikan.


Penyandang disabilitas atau difabel merupakan seseorang yang mengalami hambatan bisa berupa sensori, motorik, intelektual, maupun perilaku sehingga memerlukan penyesuaian-penyesuaian khusus dalam melakukan aktivitas. Contoh disabilitas diantaranya seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita, autis, tunalaras maupun kekhususan lainnya.


Apalagi, menurut World Health Organization (WHO), sekitar 15% populasi dunia merupakan orang-orang dengan kebutuhan khusus. Prosentase yang cukup banyak. Survei Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap jumlah penduduk tersebut penyandang disabilitas di Indonesia mencapai sekitar 22,5 juta orang pada tahun 2022. Jumlah tersebut telah meningkat dari tahun 2021 yang sebesar 16,5 juta. Penelitian yang sama menunjukkan bahwa hanya 7,6 juta dari 17 juta penyandang


Pada saat ini pembangunan terus menerus dilakukan baik di kota maupun pedesaan dengan tujuan untuk kebutuhan ekonomi maupun akses mayarakat yang lebih baik. Namun seringkali pembangunan hanya berfokus pada masyarakat umum tanpa memikirkan penyandang disabilitas yang juga menjadi bagian masyarakat.


Mewujudkan tata kota ramah disabilitas memang tidak mudah. Ada hal-hal yang perlu diupayakan diantaranya tersedianya berbagai fasilitas sebagai berikut.

Toilet khusus di tempat umum

Dalam membangun toilet sebaiknya ada salah satu toilet yang bisa diakses oleh disabilitas seperti orang yang menggunakan kursi roda. 

Guiding Block di trotoar

Guiding Block merupakan blok-blok khusus yang terletak di sepanjang trotoar jalan, dimana tekstur atau bentunya berbeda dari blok disekitarnya. Blok ini digunakan oleh penyandang tunanetra untuk penunjuk jalan. 


Pemasangan alat berbasis sensor yang bisa berbicara

Pemasangan alat berbasis sensor yang bisa berbicara ini tidak hanya digunakan pada jalur penyeberangan pejalan kaki (Pelican Crossing Traffic Light), sensor juga digunakan di sejumlah taman untuk memberikan penjelasan kepada kelompok difabel tentang tanaman/tumbuhan di sekitar sensor. Penyediaan sensor ini dapat membantu penyandang disabilitas untuk memberikan arah serta memberikan penjelasan kepada mereka terhadap suatu informasi.

Tanda ruangan tidak hanya tulisan awas tetapi juga huruf braille

Bagi tunanetra yang mengalami hambatan penglihatan akan mengamai kesulitas dalam mengakses ruangan terlebih lagi bila tidak ada orang yang bisa ditanyai. Oleh karena itu penggunaan nama atau nomor ruangan, bahkan tombol lift di kantor-kantor bisa ditambahkan huruf braille yang bisa diraba.

Lift yang bisa diakses kursi roda

Pembangunan gedung-gedung maupun pusat perbelanjaan hendaknya terdapat lift yang bisa diakses kursi roda. Sehingga pembuatan lift harus mempertimbangkan supaya kursi roda bisa masuk. Hal tersebut dilakukan supaya orang dengan kursi roda bisa menjangkau bagian gedung hingga lantai yang paling tinggi sekalipun.

Tanjakan landai untuk mengakses gedung

Kita tentu pernah ketika ingin masuk gedung harus menaiki beberapa anak tangga terlebih dahulu. Hal demikian tidak aksesible bagi semua orang, utamanya orang dengan kursi roda atau orang yang sudah sangat tua. Sehingga supaya mudah diakses bisa ditambangkan sedikit tanjakan landai yang bisa dilalui kursi roda dan juga dibuat besi pembatas untuk berpegangan.

Fasilitas khusus di trasportasi umum

Fasilitas khusus penyandang disabilitas di transportasi umum sangat penting diantaranya seperti ruang khusus di bus untuk kursi roda. Dengan begitu orang dengan kursi roda bisa kelar masuk transportasi umum dengan mudah.


Kesimpulan

Tren pembangunan perkotaan harus berubah. Pembangunan hendaknya memikirkan seluruh masyarakat tanpa terkecuali. Sudah saatnya kebijakan rencana kota mengindahkan kebutuhan dan mengikutsertakan kelompok disabilitas dalam prosesnya. Dengan begitu kenyamanan akan terjadi milik bersama warga kota.





Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.